April 08, 2015

Bakulan Online, Berharap Maju dan Membuka Lapangan Kerja Baru

Dimuat di Majalah Utusan edisi April 2015


Sejak awal Januari 2014, saya dan istri merintis usaha bakulan (berdagang) produk pangan sehat-alami secara online. Tetapi, saat itu aktivitas berjualan dengan bendera Dapur Sehat Alami (DSA) masih sambil lalu saja (part time) karena saya masih aktif menulis di media massa.

Lalu pada awal Juni 2014, saya memutuskan cuti menulis dan mulai bekerja penuh waktu (full time) sebagai pedagang di dunia maya. Sarana promosi dan transaksi yang saya optimalkan saat itu ialah Facebook, SMS/telpon dan nomor rekening bank. Saya menangani bagian marketing, pengiriman dan pengantaran (delivery). Sedangkan, istri mengurus bagian pengepakan (packing), pembukuan dan administrasi keuangan.

Alasan utama kami memilih membuka usaha di rumah agar bisa lebih banyak bekerja bersama. Kami sudah hampir empat tahun menikah tapi belum dikaruniai momongan oleh Tuhan. Jadi, sembari terus berusaha dan berdoa agar segera mendapatkan buah hati tercinta, kami menjadikan DSA ini layaknya “anak”. Energi, waktu, dan modal kami curahkan untuk merawat dan membesarkannya.

Selain itu, usaha di DSA juga kami maknai sebagai green business alias bakulan ramah lingkungan. Maka, kami hanya menjual produk pangan sehat-alami, misalnya beras (putih, coklat, merah, hitam) organik, kacang hijau dan kacang merah organik, mi sayur (buah naga, bayam merah, bayam hijau, wortel) organik tanpa MSG, pengawet dan pewarna sintetis, kaldu sehat (rasa jamur, ayam, sapi) non MSG; mi lethek; mi ganyong; mi aren; wedang uwuh, dan lain sebagainya.  Keyakinan kami, kalau dalam berbisnis turut menjaga kesehatan tubuh, keluarga, dan lingkungan sekitar niscaya dilancarkan oleh-Nya.

Usaha berdagang online di dunia maya ini terbilang sederhana. Awalnya, kami blusukan mencari aneka produk pangan sehat-alami dan/atau berbincang-bincang langsung dengan petani serta pengrajin di desa. Lalu, saya mengambil foto produknya serta menanyakan berapa harga kulakan dari mereka. Kami menekankan agar harga jual dari petani dan pengrajin harus menguntungkan. Ini sebuah apresiasi konkret atas kerja keras petani dan pengrajin yang telah menghasilkan beragam produk pangan sehat-alami bagi penduduk di kota.

Setelah itu, saya mengunggah foto-foto produk dagangan sehat-alami tersebut di dinding  Facebook. Kebetulan jumlah teman di Facebook hampir 5.000 orang dari dalam dan luar negeri. Jika ada yang berminat,  bisa berkomunikasi lebih detail lewat inbox. Saya tak pernah nyang-nyangan harga di dinding FB. Kalau sudah setuju (deal) di inbox, untuk pembeli yang berasal dari luar kota, pesanan akan dikirim lewat pos atau jasa ekspedisi lainnya. Kalau pembelinya berdomisili di dalam kota Yogyakarta, pesanan bisa diantar langsung. Ongkos kirim atau antar ditanggung pembeli. Pembayaran bisa ditransfer lewat rekening bank atau COD (cash on delivery).

Setahun lebih menjalankan usaha bakulan di DSS banyak sukanya. Terutama karena kami bisa menjalin relasi dengan petani dan pengrajin. Selama ini mereka memang agak kesulitan memasarkan produknya secara masif. Kami sekadar mengambil peran untuk mendongkrak angka penjualan lewat sistem pemasaran online. Jumlah laba yang kami ambil selaku distributor sewajarnya saja.

Konsumen pun menarik manfaat karena mereka tak perlu boros waktu dan tenaga keluar rumah untuk berbelanja. Cukup dengan memesan secara online, barang sudah dikirim/diantar sampai ke depan pintu di seluruh pelosok Nusantara. Bahkan kami pernah juga mengirim pesanan hingga ke luar negeri via jasa pos. Jadi, prinsipnya produsen dan konsumen sama-sama senang.

Laba bersih berjualan aneka produk pangan sehat-alami tergolong lumayan, lebih tinggi dibanding UMP (Upah Minimum Provinsi) per bulan. Untuk keluarga kecil seperti kami jumlah ini bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Nominal pastinya tersebut tergantung sepi-ramainya transaksi. Dalam sebulan berkisar antara 50-100 deals jual-beli.

Sejak awal berdirinya hingga kini, DSA menargetkan harus ada (minimal) satu transaksi setiap hari. Memilih membuka usaha sendiri berarti menjadi bos atas diri sendiri. Tak ada lagi yang akan menggaji kami setiap bulannya. Kalau tidak ada transaksi dan pemasukan dalam sehari bisa tidak makan. Dalam konteks ini, filosofi Kejawen omah mamah (bergerak agar bisa makan) dan ubet ngliwet (aktif agar bisa memasak) kian menemukan relevansinya.

Sejak berwirausaha mandiri kami juga berkomitmen menyisihkan 10% pemasukan sebulan untuk ditabung, 10% lagi untuk amal/dana sosial dan 10% lainnya untuk mencicil utang di Credit Union Cindelaras Tumangkar (CUCT). Baru kemudian sisanya 70% dipakai untuk belanja kebutuhan bulanan. Jangan pernah dibalik karena tak akan tersisa anggaran untuk menabung, beramal/sosial dan mencicil utang.

Analoginya seperti mengisi akuarium. Pertama, masukkan dulu batu karangnya. Kedua, masukkan pasir-pasir lembut. Terakhir, baru diisi air. Kalau dibalik niscaya akan tumpah meluber airnya. Dalam lingkup ekonomi keluarga, ini berarti besar pasak daripada tiang, lebih banyak pengeluaran ketimbang pemasukan. Jadi, mau pemasukan Rp500.000/bulan atau Rp5 milyar per bulan, ingat selalu rumus 10:10:10:70%.

Dalam usaha bisnis, baik online maupun offline,  tentu ada pasang-surutnya. Kalau sedang sepi pembeli di dunia maya, saya gencarkan promosi. Caranya dengan berselancar ke grup-grup Facebook dan menawarkan dagangan DSA di situ. Selain itu, saya dan istri juga acap blusukan mencari produk pangan sehat-alami yang baru di desa. Sedapat mungkin mendapatkan langsung dari petani/pengrajinnya langsung karena dengan menyaksikan proses produksi pangan sehat-alami niscaya membuat kami lebih semangat memasarkannya secara on line.

Bagaimana memulainya?

Saya pernah mengalami menjadi pegawai (sebagai guru Bahasa Inggris di SMP), begitu juga istri saya (sebagai ahli gizi di rumah sakit). Tetapi kini kami bersepakat untuk berwirausaha (entrepreneur) secara mandiri. Harapannya, semoga usaha DSA kian maju dan bisa membuka lapangan kerja baru. Maka, kini promosi dan pemasaran tak lagi hanya lewat Facebook tapi juga lewat WA, Line, BBM, Twitter, olx.co.id, dan media sosial lainnya.

Bagi kaum muda yang tidak ingin bekerja formal tetapi ingin membuka usaha sendiri yang kadang mendapat tentangan dari orang tua, solusinya sederhana saja. Silakan tunjukkan dengan bukti pencapaian. Sebab, setiap orang tua mau anaknya bahagia dan sukses. Masih banyak orang tua yang memegang pola pikir lama, yaitu menganggap menjadi pegawai ialah satu-satunya cara untuk hidup layak dan bisa menjamin hari tua. Padahal, di era digital seperti ini terbuka aneka kesempatan bisnis.

Tetapi, sebelum berwirausaha mandiri bergabunglah terlebih dahulu dengan Credit Union (CU). Bagi kami, CU merupakan lembaga keuangan yang (lebih) adil dan manusiawi. Maka, jadikan CU sebagai mitra usaha. Ikutilah kelas-kelas pendidikan dasar dan lanjutan di CU sehingga bisa belajar dan semakin bijak mengelola finansial.

Setelah itu bergabung dengan CU, mulailah usaha dari apa yang disukai. Saya dan istri mencintai dunia pertanian organik dan makanan sehat-alami, oleh sebab itu DSA menjadi pilihan usaha kami di dunia maya. Setialah dan tekuni pilihan usaha tersebut. Pada saat yang sama, tetaplah membuka diri terhadap segala kemungkinan. Kalau target satu hari satu transaksi sudah terpenuhi, bidik juga peluang untuk deal satu transaksi yang nominal keuntungannya relatif besar.

Selama ini, saya dan istri menjual sepeda onthel, lukisan artistik, produk kerajinan tangan, furniture antik, tas rajut, dan sebagainya. Tak jarang saya menjual pula jasa guiding turis domestik atau manca negara bersepeda onthel keliling desa dan tempat-tempat wisata cantik lainnya yang ada di Yogyakarta. Memang, tidak setiap hari ada transaksi barang atau jasa. Tetapi tapi sekali ada satu transaksi, pemasukannya lumayan besar.

Terakhir tapi penting, kenalilah hukum distribusi barang/jasa sebelum memulai usaha. Saya banyak belajar dari Wiyadi S.Ag, owner PT. Bumi Wira Muda dan Nabura Grup. Misalnya, kalau menjual ternak dari daerah surplus pakan ke daerah minus pakan atau kulakan ayam dari desa lalu dijual di kota niscaya akan untung.

Hukum distribusi barang/jasa lainnya ialah kulakan produk dari daerah industri, lalu menjualnya di daerah konsumtif. Intinya, jangan asal spekulasi tanpa kalkulasi matang dalam berbisnis. Sebab, seperti kata pepatah, "Orang yang gagal membuat perencanaan adalah orang yang sedang merencanakan kegagalannya sendiri."