Mei 23, 2014

Mengenang 15 Tahun Wafatnya Romo Mangun

Dimuat di Sesawi.net, Jumat/23 Mei 2014

Selasa malam (6/5) pelataran Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) di Jln. Suroto 2 Kotabaru dipenuhi lautan manusia. Ratusan pengunjung rela lesehan, berjongkok, duduk di kursi, berdiri, dan bahkan berjinjit dari pukul 19.00-22.00 WIB. Mereka takzim mengikuti peringatan 15 tahun wafatnya Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. Pagelaran budaya tersebut terbuka bagi khalayak ramai. Siapa pun boleh hadir tanpa dipungut biaya, mulai dari tukang becak hingga pejabat teras kota Yogyakarta.

Dalam kata sambutan sebelum membuka pameran seni rupa “Pager Piring” Imam Priyono mengapresiasi jerih payah panitia. Sebab, ternyata Wakil Walikota Yogyakarta tersebut juga dulu merupakan salah satu anak yang menerima pager piring alias dibiayai pendidikannya oleh Romo Mangun. “Cita-cita Romo Mangun yang masih saya ingat ialah keseimbangan dalam kehidupan. Misalnya yang kaya membantu yang miskin, saling peduli dan mencintai antar sesama manusia dan juga turut serta menjaga keseimbangan ekologi,” ujarnya di hadapan para hadirin dan tamu undangan.

Wayang Milehnium Wae juga turut memanaskan suasana. Puluhan muda-mudi dari Institut Sansekerta Indonesia menyuguhkan atraksi musik perkusi, gamelan, tarian, pembacaan puisi, pantomim, wayang seng, dan teater. Pentas kolaborasi malam itu bertajuk Mlarat Ning Ningrat (Miskin Tapi Ningrat). Romo Sindhunata S.J selaku tuan rumah mengatakan bahwa Romo Mangun bukan sekadar tokoh intelektual, beliau juga seorang seniman.

Lebih lanjut, menurut Romo Sindhu salah satu kontribusi Romo Mangun bagi dunia literasi ialah sastra yang berpamor. “Susastra bukan dicipta, tapi digali lewat permenungan atas filsafat, realitas historis, sosial dan politik. Demi ide intelektual dan bersama ide tersebut, Romo Mangun siap mogok makan bersama warga Kali Code yang hendak digusur, memperjuangkan keadilan bagi masyarakat Kedung Ombo, berdemonstrasi bersama mahasiswa, buruh dan petani, mengembangkan ide pendidikan dasar lewat Dinamika Edukasi Dasar (DED) dan SD Kanisius Mangunan. Karena pengalaman otentik memang berasal dari grassroot,” ujar Romo Sindhu.

Selaras dengan paparan Prastowo selaku Ketua Panitia. Ia mengatakan bahwa YB Mangunwijaya ialah tokoh multidimensional. Beliau seorang arsitek, sastrawan, budayawan, pendidik dan juga filsuf. “Kita tidak cukup jika hanya menapakinya, tapi kita juga harus menjelajahi pemikiran beliau yang sangat kaya. Menjelajahi pemikiran Romo Mangun berarti memahami seluruh dimensi persoalan yang plural dimana beliau selalu berpijak pada nilai-nilai sosial, spiritual dan humanisme,” imbuhnya.

Tak ketinggalan pada Selasa malam itu, Shri Krishna Encik turut menyumbangkan suara emasnya diiringi petikan gitar dan gesekan cello. Salah satu lagu gubahannya bertajuk “Sang Pelayan”. Berikut ini petikan syairnya yang tepat melukiskan karakter Romo Mangun:

Selalu saja kau tenang
Dengan semua sikapmu
Selalu saja kau tegar dengan
Pendirianmu…

Tak sekadar kata-kata
Yang engkau utarakan
Tak sekadar perbuatan
Yang selalu kau wujudkan

Lukisan karya Menol Juminar berjudul Remis
Lukisan karya Menol Juminar berjudul Remis

Mei 20, 2014

Butet & JHF Kampanye Gerakan Jujur Barengan

Dimuat di Okezone.com, Rabu/21 Mei 2014

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan Pemda DIY mendeklarasikan gerakan Jujur Barengan di depan Kompleks Kepatihan, Malioboro, Yogyakarta, Selasa (20/5) malam.

Sebelumnya pada sore hari telah digelar pawai budaya. Pawai tersebut diikuti 1.500 orang lebih dari 45 komunitas. Mulai dari komunitas becak anti korupsi, pecinta satwa, bregada keraton, perwakilan pelajar, perwakilan mahasiswa, paguyuban sepeda onthel, veteran pejuang kemerdekaan hingga seniman tradisional.

Butet Kartaredjasa dan JHF (Jogja Hip-hop Foundation) turut memeriahkan puncak malam pentas seni lewat orasi budaya dan hentakan lagu-lagu hip-hop.  

Dalam orasi budayanya, aktor yang terkenal piawai memerankan aksi monolog dengan menirukan suara Soeharto itu mengatakan, “20 Mei 1908 merupakan Hari Kebangkitan Nasional. Mari kita jadikan 20 Mei 2014 sebagai Hari Kebangkitan Kejujuran Nasional!” Sontak ajakan tersebut disambut gemuruh tepuk tangan ribuan penonton.

Menurut Butet, korupsi di Indonesia sudah sedemikian parah. “Karena korupsi dilakukan sesuai asas demokrasi. Keuntungannya dibagi merata, mulai dari eksekutif, legislatif hingga yudikatif. Inilah yang disebut korupsi berjamaah,” imbuhnya.

Butet juga tidak setuju dengan istilah “budaya korupsi”. Sebab, koruptor akan disebut “budayawan”. “Jangan sampai kalimat dalam pembukaan UUD 1945 juga diplesetkan menjadi korupsi ialah hak segala bangsa,” tegasnya lagi.

Sebagai penutup, presiden guyonan Nusantara itu menceritakan petualangan anak kecil mencari arti kejujuran. Ia berkeliling pelosok negeri. Tatkala bertemu dengan politisi, ternyata kejujuran tergantung kawan koalisi partai.

Saat bertemu tentara, ternyata kejujuran tergantung perintah komandan. Ketika bertemu Gus Dur di surga, ternyata menurut almarhum tidak ada lagi orang jujur. “Akhirnya, anak kecil tersebut bertanya kepada kita semua di sini, mari kita jawab bersama bahwa kejujuran adalah kita. Mari tanamkan nilai kejujuran mulai dari keluarga sejak kanak-kanak dan dari diri kita sendiri,” pungkasnya.

Sederet tokoh nasional dan lokal turut hadir dalam deklarasi gerakan Jujur Barengan. Antara lain Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Yogyakarta Herry Zudianto, Gus Miftah sebagai perwakilan dari agamawan, dan masih banyak lagi. Mereka semua bertekad memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.

Muhammad Marzuki alias Juki, salah satu punggawa JHF mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung kampanye kejujuran hari itu. “Terima kasih kepada pedagang lesehan dan tukang parkir yang tempat kerjanya direlakan untuk dijadikan panggung malam ini,” ujarnya.

Sederet tembang hip-hop berbahasa Jawa sukses mengajak seluruh penonton bernyanyi dan berjingkrak bersama. Mulai dari Ngelmu Pring, Sembah Raga, hingga Jogja Istimewa. (Reporter dan Fotografer: T. Nugroho Angkasa).

Mei 19, 2014

Imam Priyono: Saya Anak yang Menerima Pager Piring dari Romo Mangun

Dimuat di Okezone.com, Selasa/20 Mei 2014

Imam Priyono  
Imam Priyono  


YOGYAKARTA - Siapa tak kenal Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr? Ia seorang budayawan, sastrawan, pendidik, penulis, novelis, arsitek, dan pejuang kemanusiaan.

Salah satu nilai keutamaan yang dihayati Romo Mangun ialah filosofi “Pager Piring”. Jangan memagari rumahmu dengan pecahan kaca (beling) namun pagarilah rumahmu dengan piring. Di era modern yang cenderung individualistis, spirit kebersamaan tersebut kian menemukan relevansinya.

Dalam rangka memperingati 15 tahun wafatnya Romo Mangun, Yayasan Galang Press, ASA Art Management, Komunitas Seni Rupa Blendang-blendhung, Teater Lilin, Djarum Foundation, Yayasan Persekolahan Bellarminus Jakarta dan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) mengadakan rangkaian acara bertajuk “Menjelajah Pemikiran Y.B. Mangunwijaya”.

Sejak 6-11 Mei 2014 digelar pameran seni rupa di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), seminar pendidikan di Hotel Santika, sarasehan "Gerundelan Orang-orang Republik" dan workshop seni rupa untuk anak di Jalan Suroto No. 2 Kotabaru.

Sebelum membuka pameran seni rupa “Pager Piring”, Sindhunata S.J menceritakan pengalamannya mengedit 12 buku saat merayakan 100 tahun Mangunwijaya beberapa tahun silam. Salah satu buku berjudul “Menjadi Generasi Pasca-Indonesia” yang diterbitkan Kanisius. Romo Sindhu mengutip petuah Romo Mangun, “Kita boleh lahir di Timur, tapi dunia ialah rumah kita.”

Pembukaan pameran seni rupa “Pager Piring” Selasa malam itu dimeriahkan juga atraksi kolosal Wayang Milehnium dan suara emas Shri Krishna Encik. Sederet perupa kondang turut berpartisipasi, yakni A.B. Dwiantoro, A.C. Andre Tanama, Achmad Santoso, Andy Miswandi, Agus Yuliantara, Ambar Pranasmara, Budi Barnabas, Budiyana, Budi Ubrux, Choerodin, Djoko Pekik, Dunadi, Greg Susanto, Hadi Soesanto, Hedi Hariyanto, Imron Safii, Joko "Gundul" Sulistio, Justin Copertino, Kadafi, Ketut Suwidiarta, Lanny Andriani, Made Toris, Menol Juminar, Mujiharjo, Ouda Teda Ena, S. Teddy d, Stefan Buana, Tatang Maruto, Win Dwilaksono, Yun Suroso, dan Yundhi Pra.

Semua dipersatukan oleh kecintaan mereka pada Romo Mangun. Prastowo selaku ketua panitia mengatakan, “Kami mempersiapkan seluruh rangkaian acara ini selama 2 bulan.”

Imam Priyono dalam kata sambutannya mengungkap fakta mengejutkan. Ternyata ia salah satu orang yang mendapatkan “piring” dari Romo Mangun.

“Dulu di daerah Kemetiran Kidul ada seorang anak dari keluarga miskin. Tahun 1983 anak tersebut lulus SMA. Tapi anak itu tidak bisa kuliah maupun kerja karena kondisi ekonomi keluarganya yang tidak mampu. Lalu, anak itu bertemu dengan Romo Mangun dan menerima pager piring. Di tahun 1986 anak tersebut kemudian bisa berkuliah. Anak yang menerima pager piring tersebut berhasil menjadi Wakil Walikota Yogyakarta. Ya, saya adalah si anak miskin yang mendapatkan pager piring dari Romo Mangun,” ujarnya di hadapan ratusan hadirin yang memadati pelataran BBY. (T. Nugroho Angkasa)
(//ful)

Mei 09, 2014

Sajak Orang Sinting

Dimuat di SLiLiT Arena edisi April 2014 


1.
Sajak Dagang

Kamu panggil aku karena aku jualan barang
apa urusanmu?
kamu mau tahu barang yang kujual?
mau kamu beli juga?

Aku buka warung
aku jualan teh, kopi, mi instan
apa urusanmu?

Mau makan dan minum?
aku layani sepenuh hati
pokoknya kamu bayar aku terima

Kenapa pula aku tanya asal-usul uangmu?
hasil korupsikah?

Uang dari mana pun itu bukan urusanku
urusanku kamu beli yang aku jual
jangan lupa bayar

Kenapa pula aku sampai dipanggil-panggil yang berwenang?
bayaranmu padaku semua turut disita pula

Kalau terus seperti itu urusan di negeri ini
siapa yang mau dagang lagi?

Kamu yang sedang baca sajak ini
jangan senyum-senyum dan malah senang begitu
daganganku ini usaha paling tua

Anak, istri, dan keluargaku aman tidak pernah diganggu
maka harus ada warung seperti warungku ini
memangnya salah?

Kalau ada orang korupsi, ya tangkap saja dia
apa urusannya denganku?

Apa urusannya dengan uang yang sudah dia bayar kepadaku
untuk barang dagangan yang sudah kuserahkan padanya

Kenapa setelah kamu seret dia, aku juga diseret-seret segala?
Apa karena aku melayani koruptor?

Bukankah banyak juga di tempat-tempat ibadah?
sita juga sumbangan-sumbangan mereka di sana
berani?

2.
Sajak Kambing Korban

Kau memberiku makan, rumah, uang, dan kedudukan
amboi aku merasa girang
bukan main senangnya

Tapi akhirnya baru kutahu
kau telah jadikan aku kambing korban

Kau menggemukkan diriku
bukan karena kau menyayangiku

Kau menggemukkanku untuk keuntunganmu sendiri
supaya aku jadi paling gemuk

Sekarang aku baru tahu
tega-teganya kau wahai manusia!

Hukum dan segala peraturan pun kau buat
semata untuk membenarkan penyembelihanku

Sungguh kejam kau wahai manusia…
apa salahku sehingga kau sembelih?

Aku kambing di pinggir jalan
aku juga pejabat di pusat pemerintahan

Aku berada di mana-mana
Di mana saja selama masih ada manusia jahanam

3.
Sajak Cuci Uang

Koruptor dikenai pasal cuci uang?
jujur aku bingung
kenapa korupsi tidak disebut korupsi saja

Seenaknya kalian memasuki rumah mereka
menggeledah dan menyita baju mereka, barang-barang mereka

Kenapa kalian tidak berani ke tempat-tempat ibadah juga
yang jatah mereka lebih dari yang diperoleh koruptor

Aku bingung kenapa dianggap bersekongkol dan dipersalahkan?
bagaimana dengan para ahli kitab
di tempat-tempat ibadah yang notabene tidak menjual apa-apa
tapi tetap dapat jatah!

Aku masih berdagang barang
Sedangkan mereka hanya berjualan harapan

Aku sungguh bingung
kenapa mereka tak tersentuh
dan kenapa aku yang justru dicari-cari dan jadi buronan terus?

Aku sungguh bingung, bingung, bingung…

4.
Sajak S3: Sumpah Seekor Sapi

Kamu pikir dengan menyembelihku perkara selesai
tidak, tidak semudah itu

Saat penjagal-penjagalmu
memisahkan kepala dari badanku
segala kebangsatanmu pun tampak jelas di depan mata
dan terekam oleh jiwaku

Mereka yang sekarang membuatmu pusing tujuh keliling dan tak bisa tidur malam
adalah roh sapi-sapi gentayangan yang kamu sembelih
mereka datang untuk balas dendam

Silakan memerah tetek susu kami, monggo silakan
ambil semua susu kami, kami rela

Tapi kalau kami disembelih
bagaimana kalau suatu saat kami berkuasa
dan kami ganti menyembelih kalian semua?

Cukup sudah kamu perdagangkan bangsaku, rasku, keluargaku, wahai bangsa manusia!
sekarang giliran kalian mesti membayar utang
aku datang untuk menyelesaikan utang – piutangmu

Akhirat masih lama
kamu mesti bayar sekarang juga

Ayo kuantar kamu ke rumah-rumah
tempat penjagalan manusia-manusia seperti kamu!

5.
Sajak Pangeran

Bangun pagi itu kerja petani
aku pangeran putra petinggi

Untuk apa bangun pagi-pagi?
aku tidak perlu ke ladang untuk bertani

Mohon komisi itu kerja makelar
aku pangeran, bukan makelar

Money laundering? Kenapa harus dicuci?
walau kotor, haram toh uang tetap uang
kutelan mentah-mentah, enak juga kok rasanya

Kalau dicuci bisa susut, untuk apa?
anak bisa haram, istri juga bisa
tapi uang, tak ada uang haram
dengan uang akan kupertahankan kerajaan ayahku
bahkan mengembangkannya!

Dengan uang akan kubuat singgasana
yang berukuran pas untuk pantatku

Ingat aku pangeran, anak raja
aku pengganti ayahku, raja kalian

Kubuka diriku
bagi kalian yang mau memasukiku
aku selalu terbuka!

6.
Sajak Revolusi

Dulu aku gembong becak
sekarang tidak

aku jadi pengurus beberapa gembong
sudah naik pangkat

Dulu aku gembong becak
tapi kini aku tidak lagi mau jadi oncom

Pengalamanku banyak sekali
semua karena kegembonganku

Dulu paling banyak terjadi kecelakaan
itu prestasi yang luar biasa

Pasalnya bagiku orang-orang yang tak mampu adalah makhluk lemah
tidak berguna bagi bangsa
tak bermanfaat untuk negara

Terlebih rakyat semua berotak tempe
ditambah lemah lagi
apa mau jadi tempe mereka

Dulu aku gembong becak
kecelakaan-kecelakaan itu
justru untuk menyelamatkan
agar bangsa tempe tetap jadi tempe
tidak jadi oncom

Tempe masih sehat
oncom bisa buat sakit perut

Orang-orang yang mati dalam kecelakaan itu
sudah hampir jadi oncom
jadi ya biarlah semua terjadi
seleksi alam namanya
supaya tempe tidak berubah jadi oncom

Dulu aku gembong becak
jadi masih banyak kenalan
tukang-tukang becak sejati

Anakku pernah ditabrak becak
eh malah orang lemah itu melapor
kok cepat melapor ya?
Seperti kecoa saja

Bukan, bukan kecoa
karena kalau kecoa itu seperti politisi
mereka tidak pernah mati
abadi

Kelak di sajak lain
kapan-kapan akan aku ceritakan
hubungan kecoa dan politisi

Jadi untung juga ya
dulu aku gembong becak
sehingga masih banyak kenalan

Tapi tetap saja
lebih untung sekarang
aku mengurusi beberapa gembong
tinggal kutelpon mereka
salah seorang langsung membereskan

Satu orang mati untuk mengurusi
anakku, pangeranku
“no problem” itu kata toke-toke yang kuhubungi
semuanya beres dalam sekejap mata

Berkat kegembonganku dulu
pangeranku selamat

Ya bagaimana tidak selamat?
keluarga  yang tak mampu itu dapat uang
mereka malah berterimakasih
jadi mau apa lagi?

Orang lemah, tak berguna
mereka tak mampu
tak pernah memberi keuntungan
untuk apa mereka hidup?

Inilah baiknya hidup di alam demokrasi.
peraturan dan undang-undang berjaya!
berjaya  karena bisa diubah-ubah
diatur, disulap, diapa-apakan saja oleh para toke-toke!

Dulu aku gembong becak
sebelumnya hanya tukang becak

Bagiku perjalanan hidup ini layaknya rambutku
tak beruban begitu saja

Semua jalan ini pernah kulewati
sekarang aku tahu cara-cara jitu
untuk memanipulasi apa saja

Manipulasi itulah caraku
bagi politisi kegembongan
seperti diriku ini

Dulu aku gembong becak…

 

Sumber Foto dari Ki Aris Hasyim dan Taufiqurrohman
Sumber Foto dari Ki Aris Hasyim dan Taufiqurrohman

Mei 05, 2014

Calistung Tak Perlu Diajarkan di TK

Dimuat di Majalah Salam Damai edisi Mei 2014

Para pakar pendidikan menganjurkan agar membaca, menulis, dan berhitung atau disingkat 'calistung' tidak diajarkan di TK. Karena masa kanak-kanak ialah saat untuk bermain. Demikian ucapan Chris Subagya dalam pembukaan workshop 'Bermain dengan Calistung, Tips Mendampingi Anak agar Kreatif dan Mandiri' di ruang Kepodang, Penerbit PT. Kanisius, Jln. Cempaka No. 9 Deresan, Yogyakarta pada Sabtu (1/2).

Lebih lanjut ketua bidang kependidikan umum PT Kanisius ini mengatakan, "Tapi realitas di lapangan masyarakat justru menuntut begitu lulus TK anak harus bisa calistung. Kalau ada TK yang murid-muridnya tak bisa Calistung jadi tak laku.”

Pendapat ini diamini DR. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Psi, Psikolog Klinis Anak yang tampil sebagai narasumber. Konselor di Lembaga Pengembangan Diri dan Komunitas “Kemuning Kembar” tersebut merasa sedih kalau masyarakat menuntut para guru TK harus mengajarkan calistung kepada murid-muridnya.

“Padahal, proses pembelajaran semestinya mengacu pada tahap perkembangan anak. Kita perlu bersama mengedukasi masyarakat. Anak TK yang belum bisa calistung bukan berarti kurang pintar sebab setiap anak itu unik. Jangan pernah membanding-bandingkan anak yang satu dengan anak yang lain,” ujarnya.

Terakhir, narasumber Dra. Anastasia Endang Suhartini, M.Pd, mengisahkan pengalamannya sebagai praktisi pendidikan di TK Mutiara Persada.

Mei 02, 2014

Inspirasi Kreatif bagi Anak Negeri

Dimuat di Majalah Tebuireng edisi 32, April-Mei 2014 

Judul: Yoris Sebastian’s 101 Creative Notes

Penulis: Yoris Sebastian

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: IV/ April 2013

Tebal: 207 halaman

ISBN: 978-979-22-9114-8

“Membuat sesuatu untuk mengalahkan orang lain? Bagi saya era tersebut sudah berakhir!” – Yoris Sebastian (halaman 23).

Begitulah tesis dasar penulis buku ini. Peraih penghargaan International Young Creative Entrepreneur of the Year Awards 2006 dari British Council di London tersebut berpendapat sekarang ialah zaman kolaborasi. Artinya, tak lagi relevan kalau sebuah proyek dimonopoli oleh segelintir orang.

Penerima penghargaan dari Markplus untuk program musik mingguan I Like Monday di Hard Rock Café itu keranjingan membuat sesuatu yang baru karena ingin menghasilkan karya. Ia tak pernah membuat sesuatu yang kreatif hanya untuk naik gaji atau mendapat bonus dari bos.

Prinsip tersebut kian terpancang kokoh tatkala ia membaca buku Drive. Di sana terungkap hasil penelitian mutakhir Daniel H. Pink.  Iming-iming berupa gaji bagi seseorang atau kelompok tertentu hanya efektif untuk pekerjaan yang tak perlu berpikir kreatif. Sebaliknya, untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kreativitas, uang justru menghambat proses kreatif itu sendiri. Intinya, visi memang lebih penting ketimbang materi.

Lazimnya, seorang yang kreatif  memiliki wawasan luas (a broad perspective). Alhasil, karya-karya yang dihasilkan tak hanya berbeda tapi juga bermanfaat (migunani) bagi orang banyak termasuk diri sendiri.

Tidak ada salahnya mengasah kreativitas dalam segala lini. Caranya dengan rajin membaca buku filsafat, antropologi, dan aneka bidang ilmu lainnya. TCDC (Thailand Creative and Design Centre)  mempunyai perpustakaan yang tak melulu berisi buku tentang desain, branding, dan marketing, tapi juga buku filsafat dan religi. Semboyan mereka unik, “Dance with your imagination and change your life (menarilah dengan imaginasimu dan ubah hidupmu)…” (halaman 51).

Lewat buku ini, pemenang Indonesian Young Marketers Awards 2003 dari Indonesian Marketing Association tersebut juga menceritakan kebiasaan lamanya. Tatkala masih tinggal di Pulo Raya, Yoris sering naik ke atap rumah dan tiduran di sana sembari memandangi bintang. Lalu, saat tinggal di apartmen Rasuna Tower 7, ia juga suka memandangi jalanan yang sunyi dari atas lantai 7 apartemen.

Ia enggan memikirkan ide tentang proyek tertentu. Apalagi mencari jalan keluar untuk suatu masalah yang ruwet. Ia sekadar menikmati the hour of silence alias saat-saat hening. Tapi, kalau kebetulan melintas ide-ide kreatif, ya langsung ia tangkap. Caranya dengan menuliskan ide-ide baru tersebut. Tapi kalau terlalu panjang, ia akan merekam suaranya di app Audio Notes.

Kendati demikian, Yoris mengaku lebih suka menulis dengan tangan. Kenapa? Karena sewaktu-waktu mudah untuk ditelusuri kembali di kemudian hari. Kalau di gadget-nya ia membuat folder khusus, judulnya “sleeping ideas”. Kelak tatkala bertemu klien yang cocok, ide-ide tersebut tinggal dibangunkan saja. Salah satunya adalah acara “Lomba Nyontek Nasional” yang telah dipaparkan panjang lebar dalam buku Creative Junkies (2010).  

Sistematika buku ini terdiri atas 101 catatan kreatif General Manager Hard Rock Cafe termuda di Asia saat masih berusia 26 tahun itu. Mulai dari pemikiran, pengamatan, tindakan, berbagi ke orang lain, refleksi pengalaman pribadi dan tentu dipungkasi dengan doa syukur kepada Tuhan, Sang Maha Kreatif.

Judulnya sebagian besar menggunakan bahasa Inggris, antara lain “Have a Good Sleep”, “A Broad Perspective”, “Watch Inspiring Movie”, “Tenacity”, “Listen”, “Initiate Conversation”, “Less Rule – Simple Rule,” dll. Pada setiap halaman genap tersaji foto, gambar, ilustrasi, dan kalimat puitis. Sehingga tatkala sidang pembaca menikmati buku ini, niscaya otak kiri dan kanan terpuaskan semua.

Pemecah rekor MURI untuk program Destination Nowhere  2003 ini juga memaparkan pengamatan jelinya. Banyak tokoh kreatif di Indonesia dan bahkan dunia, semuanya menjalani hidup dengan bahagia. Ia menyebutnya Happynomics.

Intinya, manusia harus menomorsatukan keceriaan, nilai kedua baru aspek ekonomis. Dalam kamus hidup Yoris, uang tak pernah menjadi no. 1. Selama bekerja di majalah HAI, HRC, HaagensDazs, MTV Trax, dan sederet perusahaan terkemuka lainnya, Yoris bekerja karena memang suka dengan pekerjaannya.

Lantas, ia mengutip syair lagu dari REM yang berjudul Shiny Happy People (Out of Time Album), “Shiny happy people laughing. There is no time to cry (Orang yang ceria selalu tertawa. Tak ada waktu untuk menangis.” (halaman 183).

Orang kreatif juga harus senantiasa menjaga tubuh tetap fit. Karena kreativitas akan berkurang kalau kondisi badan sedang sakit. Bagaimana orang sakit gigi bisa berpikir secara kreatif? Oleh sebab itu, Yoris rutin berenang dan pergi fitness untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Bahkan saat masih bekerja di HRC ada ring basket, jadi ia bisa main kapan saja.

Tiada gading yang tak retak begitupula buku ini. Penulis terlalu kentara memromosikan produk IT dari sebuah pabrikan. Karena ia memang menulis dengan gadget tersebut. Dalam beberapa halaman Yoris tampak memaparkan aneka kelebihan dan aplikasi. Tak pelak timbul kesan di benak pembaca bahwa ia sedang berjualan merek dagang tertentu.

Terlepas dari kelemahan minor tersebut, buku setebal 207 halaman yang telah mengalami cetak ulang keempat ini kaya inspirasi kreatif bagi segenap anak negeri. Sebab senada dengan petuah Michael Yanover, “Kreativitas lahir dari rahim kebebasan. Bebaskan pikiranmu, ketika kita memberi kebebasan, kita niscaya jadi lebih kreatif.”  Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Yogyakarta. Tinggal di Kampung Nyutran)