Januari 25, 2012

Menemukan Kebahagiaan dalam Diri

Dimuat di Koran Jakarta, Kamis/26 Januari 2012

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/81804

Banyak orang mengisahkan pengalaman mati suri (near death experience). Mereka seolah-olah dibawa masuk ke sebuah lorong yang sangat panjang. Di ujung lorong tersebut, mereka melihat setitik cahaya yang bersinar begitu terang. Tatkala berhadapan dengan sumber sinar, mereka melihat rekaman seluruh adegan kehidupannya (halaman 56). Begitulah penjelasan singkat Romo Sudri ihwal pengalaman mistis yang notabene ibarat sebuah film tersebut.

Dalam buku ini, dia menjelaskan bahwa itu bisa dialami selagi kita masih bernapas. Agar manusia dapat lebih memahami dirinya yang tak lain adalah kumpulan pengalaman masa lampau. Dengan berbekal kesadaran tersebut, manusia dapat mati setiap hari. Bukan sekadar secara fisik, namun mati terhadap keterikatan masa silam (past attachment), sehingga setiap saat hadir secara baru kini dan di sini (now and here).

Meditasi sebagai Pembebasan Diri terbagi menjadi dua bagian. Pertama berisi dialog seputar meditasi. Sumbernya ialah transkrip percakapan penulis dengan peserta meditasi di Wisma Cibulan, Puncak, Bogor, pada 9-17 September 2010. Bagian kedua berisi testimoni para peserta meditasi sepanjang 2008 sampai 2010. Ada sekitar 200 orang yang sudah mempraktikkannya.

Salah satunya LF (45). Dia adalah seorang ibu satu anak. Pada catatan harian tertanggal 9 Februari 2010, LF menulis, "Pada jeda itu, saya mendengar suara-suara nyanyian para penghuni alam. Sungguh indah sekali. Bunyi-bunyian serangga dan unggas malam bersahut-sahutan tiada henti. Saya takjub mendengarnya. Pada saat itu, saya merasa terhubung dengan unggas, serangga, dan sumber air yang mengalir di luar dinding wisma. Saya seakaan berada di antara mereka. Dalam keheningan yang dalam tidak terjembatani akal budi, yang terdengar hanya suara itu..." ("Bersatu dengan Alam Semesta", halaman 132).

Memang salah satu tujuan meditasi adalah menyadari kesatuan dengan alam. Tak ada teknik atau metode tertentu. Tak perlu pula ruang atau waktu khusus. Di mana saja, kapan saja, kita perlu belajar melakoni kesadaran penuh (mindfullness). Saat berjalan, ketika makan, bahkan di waktu bercinta.

Buku ini juga memuat sharing CLM (51), seorang konsultan makanan. CLM amat berterima kasih atas kiriman buku The Experience of No Self karya Bernadette Roberts. Sekitar 20 tahun silam, CLM mengunjungi pusat wisata bahari di Bunaken. Waktu pulang diombang-ambingkan ombak. Mereka terdiri beberapa orang. CLM satu-satunya wanita.

Walaupun sudah memakai pelampung, mereka tetap cemas. CLM pasrah dan menutup mata, diam seribu bahasa. Saat itu, dia belum mengenal meditasi. Kendati demikian, batinnya begitu pasrah. Dia baru tersadar tatkala ada orang mengulurkan tangan untuk mengajaknya pindah ke kapal yang lebih besar.

Ternyata sang pemilik perahu meminta bantuan dari daratan untuk menjemput mereka. Hal itu mirip dengan yang dialami Bernadette Roberts. Saat Bernadette hampir mati kelaparan, ada orang datang memberi sepotong roti untuk mengganjal perutnya.

Romo Sudri juga mengutip sebuah kisah sufi yang inspiratif. Konon, ada seorang murid datang menunggang unta untuk menemui seorang murshid (guru spiritual). Sesampainya di halaman rumah, unta itu dibiarkan tak terikat. Lalu murid itu berkata, "Guru, saya percayakan segala sesuatu ke dalam penyelenggaraan ilahi. Saya biarkan unta itu tanpa terikat ke pohon."

Uniknya, guru sufi itu justru menghardik, "Hai orang tolol, keluar engkau dan tambatkan unta itu di batang pohon sekarang juga." Artinya, Allah Sang Pemberi Hidup tak perlu diganggu dengan hal sepele yang seyogianya bisa kita selesaikan sendiri dengan kedua tangan ini.

Melalui kumpulan dialog sederhana, pembaca dipandu untuk memahami gerak-gerik batinnya. Sangat bermanfaat untuk memperkaya pengalaman hidup para pencari kebenaran. Buku ini tak hanya bagi satu sekte agama atau kepercayaan tertentu. Landasannya sangat universal. "Kebahagiaan tak tergantung sesuatu yang di luar diri. Mau bahagia? Temukan kebahagiaan di dalam diri." Selamat membaca!

T. Nugroho Angkasa S.Pd, guru bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) Yogyakarta

Judul : Meditasi sebagai Pembebasan Diri

Penulis : J Sudrijanta, SJ

Penerbit : Kanisius

Cetakan : 1/2011

Tebal : 208 halaman

Harga : Rp35.000


Rekonsiliasi Berbasis Keadilan

Dimuat di Rimanews, Rabu/25 Januari 2012

http://www.rimanews.com/read/20120125/52677/rekonsiliasi-berbasis-keadilan

1327539911563664240

Foto jepretan Kresna Duta, langsung dari lokasi kejadian

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal sebagai kota berhati nyaman. Warganya saling mengapresiasi pelangi perbedaan. Bahkan Yogyakarta dianggap sebagai miniatur Indonesia. Pelbagai suku, agama, ras, golongan, dst hidupbersama dalam harmoni. Ironisnya, kedamaian itu terkoyak oleh tingkah pongah segelintir orang untuk memaksakan kehendak. Mereka membubarkan pengajian tahunan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) Lahore di SMK PIRI Baciro pada Jumat (13/1).

Penulis amat terpukul dengan sikap Wali Kota, jajarannya, dan aparat keamanan. Karena mereka justru mengakomodir keinginan sepihak tersebut. Padahal, panitia pengajian sudah memberitahukan sejak 28 Desember 2011 silam. Sehingga aparat kepolisian wajib mengamankan, bukan justru membubarkan. Kalau toh mau membubarkan, bubarkanlah kelompok pembuat onarnya.

Tindakan Hariyadi Suyuti - yang tunduk pada tekanan kelompok anti pluralisme - niscaya membuka peluang terjadinya insiden serupa di masa depan. Tak hanya di Yogyakarta tapi juga di daerah-daerah lain di tanah air. Sebab, DIY merupakan barometer keberagaman hidup Nusantara. Apalagi jauh-jauh hari Ngarso Dalem Sri Sultan Hamnegku Buwono X sudah berkomitmen melindungi Ahmadiyah dan kelompok minoritas di bumi Mataram tercinta.

Kronologis

Rencananya, pada Jumat hingga Sabtu (13-14 Januari 2012) GAI Lahore akan menggelar acara Pengajian tahunan di Kompleks SMK PIRI Yogyakarta. Tak kurang dari 500 peserta hadir dari pelbagai daerah. Selama 84 tahun (sejak 1928) rutin diadakan. Tak pernah sekalipun terjadi masalah, baru kali ini terjadi insiden semacam itu. Sebelumnya, pada Kamis (12/1) sudah beredar sms ancaman untuk membubarkan Pengajian tersebut. Sekitar jam 21.00 WIB ada 20 orang mendatangi SMK PIRI. Untungnya, mereka berhasil dihalau oleh aparat TNI dan POLRI yang berjaga malam itu.

Keesokan harinya, pada Jumat (13/1) aparat Brimob, Dalmas, dan Polwan yang berjumlah sekitar 600 personil bersiap sejak pagi. Lantas, pasca sholat Jumat, sekitar jam 14.30 WIB datanglah ratusan massa ke lokasi. Mereka menamakan diri sebagai Forum Umat Islam (FUI). Anggotanya terdiri atas MMI, GPK, FJI dan GAM. Sembari mengendari motor dan mobil bak terbuka, mereka berorasi menuntut pembubaran Ahmadiyah. “Jika aparat tidak sanggup membubarkan GAI dan kegiatannya, kami akan membubarkan mereka sendiri.”

Kemudian pada jam 15.30 WIB rombongan Wali Kota, Polresta datang ke lokasi. Mereka melakukan negosiasi dengan para demonstran. Hasilnya langsung dibawa ke Panitia Acara yang sedang menggelar Pengajian Bersama. Akhirnya, sekitar jam 16.00 WIB panitia bersedia mengalah dan mengakhiri kegiatan sehari lebih awal dari jadwal semula. Para wanita peserta pengajian histeris dan ketakutan. Tak terbayang trauma psikis yang mereka rasakan akibat intimidasi dan teror tersebut.

Keadilan merupakan prasyarat utama perdamaian. Tatkala rasa keadilan di masyarakat tak terpenuhi, perdamaian itu semu. Keadilan tak hanya dalam ranah ekonomi. Tapi juga aspek sosial, termasuk dalam hal kebebasan untuk beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Hal ini dijamin oleh pasal 29 UUD 1945: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Ironisnya, konsensus nasional tersebut dikangkangi oleh segelintir kaum radikal berkedok agama. Mereka menginjak-injak hak asasi warga Ahmadiyah untuh beribadah. M. Iwan Satriawan menguraikannya dalam artikel “Bahaya Formalisasi Agama” (Lampung Post, 13 Januari 2012). Menurut Dosen Dosen Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila) tersebut kini kegamaan menjadi isu strategis bagi kelompok kaum puritan. Para penganut sekte Wahabi ingin menyeragamkan cara pandang umat. Rencana sistematis ini mendapat dukungan dari Pemerintah Saudi Arabia. Tidak kurang dari 500 juta dolar AS siap dkucurkan (The Wahid Institute, 2011).

Budaya

Secara lebih mendalam Anand Krishna menguraikan kondisi psikososial manusia. Kebiasaan seseorang niscaya meninggalkan jejak jiwa. Telapak ini disebut samskars. Ada samskars yang baik dan yang buruk. Samskars-samskars tersebut menentukan watak seseorang (Tri Hita Karana: 2008). Samskars yang baik membentuk samskriti atau tradisi. Konsensus universal itu seiring waktu menjadi kebudayaan sebuah bangsa. Bahkan istilah Sanskrit – nama yang notabene dipakai untuk menyebut bahasa Sansekerta berasal dari akar kata dasar yang sama – samskar.

Artinya, kelompok milisi sipil yang acapkali meninggalkan jejak ketakutan dan pemaksaan kehendak belumlah berbudaya. Mereka masih menjadi budak kekerasan jiwa. Gawatnya lagi, negara dan aparat keamanan tunduk pada tekanan mereka. Ini bisa menjadi preseden buruk ke depannya.

Dalam konteks di atas penulis bersepakat dengan pernyataan sikap Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai (AJI Damai). Mereka mengutuk aksi pembubaran pengajian Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) Lahore tersebut. Sebab telah menciderai semangat Jogja City of Tolerance dan bertentangan dengan Pancasila. Sekarang Ahmadiyah yang menjadi korban, lain kali siapapun yang dianggap berseberangan akan ditindas hak asasinya untuk beribadah.

Aliansi yang terdiri atas puluhan lembaga sosial kemasyarakatan seperti DIAN/Interfidei, Forum LSM, FPUB, GAMKI, IPPAK Universitas Sanata Dharma, IRE, Jaringan Islam Kampus, Jembatan Persahabatan, Komunitas Warna Kampus UGM, LPN, LSIP, LSKP, NIM, PADII, PKBI, PLIP Mitra Wacana, PSI UII, PW FATAYAT NU DIY, PC FATAYAT NU Kota Yogyakarta, Rumpun Nusantara, RTND, SIM-C, SOS Desa Taruna Indonesia, SP Kinasih, Suluh Perdamaian, Syarikat Indonesia, Sunda Wiwitan, YASANTI, YLKIS, dan YPR itu meminta Wali Kota menjelaskan alasan pembubaran pengajian GAI di kompleks PIRI tersebut.

Selain itu, AJI Damai juga menuntut Hariyadi Suyuti meminta maaf ke hadapan publik lewat media massa terkait insiden memalukan ini. Wali Kota juga harus berjanji untuk menjamin peristiwa serupa tidak terulang kembali. Sebab, tragedi kemanusiaan ini jelas bertentangan dengan konteks masyarakat Kota Pendidikan yang multikultur. Senada dengan pendapat Romo Benny Susetyo Pr bahwa kekerasan harus dapat dikurangi secara signifikan. Pemimpin harus dapat menjelaskan bagaimana caranya membangun rekonsiliasi berdasarkan prinsip keadilan, kebenaran, dan kejujuran.

Akhir kata, sejatinya kemajemukan merupakan modal utama untuk melakukan perubahan. Sehingga keadilan dan kesejahteraan sosial dapat kita nikmati bersama. Bukankah Islam juga menandaskan bahwa perbedaan itu sebuah rahmat (ikhtilafu ummati rahmatun). Damai Yogyakartaku…Damai Indonesiaku…

__________________________________

T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris dan Kawulo Ngayogyakarta Hadiningrat

Januari 17, 2012

Pendidikan Dialogis Partisipatif

Dimuat di Rubrik Peduli Pendidikan, Kedaulatan Rakyat, Selasa 17 Januari 2012

Berikut ini versi awal sebelum diedit Yth. Redaksi KR

Freedom Writers (2007) dibintangi aktris cantik Hilary Swank. Film ini diadaptasi dari catatan harian Erin Gruwell. Ia seorang guru di Woodrow Wilson Classical High School California. Setting-nya ialah tahun 1994-1996. Pasca kerusuhan rasial di Los Angeles (LA) para murid terkena imbasnya. Mereka juga terpecah berdasarkan warna kulit di ruang kelas.

Sebagai guru baru, Erin dipandang sebelah mata oleh para murid. Namun ia tak menyerah. Pendekatan yang dipilih sangat unik. Erin memberi tugas membaca The Diary of Anne Frank. Kenapa? karena Anne juga mengalami tragedi kemanusiaan akibat rasialisme. Perjuangan seorang bocah untuk bisa survive (selamat) dari pembantaian (holocaust) enam juta orang Yahudi menyuntikkan semangat baru. Sedikit catatan kecil, Erin terpaksa bekerja ekstra di luar kelas agar bisa membelikan buku-buku untuk para muridnya tersebut.

Pada tahun kedua, Erin berinisiatif mengundang Mie Gies. Ia seorang saksi hidup yang menyelamatkan Anne dari ancaman kamar gas. Hebatnya, mereka mengumpulkan dana sendiri untuk membiayai transportasi dan akomodasi sang tamu. Acara ini sempat ditentang oleh rekan sejawat dan pengurus sekolah yang notabene masih menggunakan pendekatan konvensional. Marcus, salah satu murid yang terkenal bandel begitu terharu. Ia mengatakan bahwa Mie Pies ialah pahlawannya. Pies menanggapi dengan rendah hati, "Saya hanya melakukan apa yang saya anggap tepat."

Dari film ini kita para guru bisa belajar untuk membangun hubungan dialogis partisipatif dengan para murid. Menyitir pendapat Ali Usman, “Tak ada subjek dan objek. Semua sama-sama belajar.” Senada dengan tesis pemikir pendidikan asal Brasil, Paulo Freire. Ia juga mengkritisi proses belajar-mengajar dengan “gaya bank".

Kata kuncinya ialah keteladanan. Sang guru memberikan stimulasi kepada para siswa membaca catatan harian Anne Frank. Lantas, baik guru maupun para murid menuliskan catatan harian mereka sendiri. Sesuai dengan apa yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Siapa sangka 11 tahun kemudian coretan tersebut dijadikan sebuah tontonan yang menginspirasi seluruh dunia? (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) Yogyakarta)

Januari 12, 2012

Menyelamatkan (Ibu) Bumi

Dimuat di Harian Jogja, Kamis/12 Januari 2012

Berikut ini versi awal sebelum diedit Yth. Redaksi HARJO

Dr. Ir. Cahyono Agus, M.Sc mengungkap fakta menakjubkan. Setiap hari manusia memperoleh subsidi Rp 170 juta/orang dari Tuhan. Dosen Fakultas Kehutanan (FH) Universitas Gadjah Madha (UGM) Yogyakarta itu menguraikan kalkulasinya sebagai berikut. Setiap orang rata-rata membutuhkan Oksigen (O2) sebanyak 2.880 liter/hari. Kita juga membutuhkan 11.376 liter Nitrogen (N). Jika harga 1 liter O2 di Rumah Sakit Rp 25.000/liter dan Rp 9.950/liter untuk Nitrogen, totalnya ialah nominal tersebut.

Ironisnya, kini kepekatan Karbondioksida (CO2) di atmosfer melonjak drastis. Besarannya mencapai 389, 6 ppm. Data dari The Global Carbon Project (GCP) menyebut bahwa angka ini tertinggi dalam rentang waktu 800.000 tahun terakhir. 5 besar produsen CO2 ialah China (2,2 Pgc), Amerika Serikat (1PgC), India (0,5 PgC), Rusia (0,4 PgC), dan Jepang (0,3 PgC.). Sebagai catatan kecil, 1 PgC setara dengan 1 Giga Ton. Bahkan, total akumulasi Karbondioksiada ke-5 negara tersebut melebihi separuh emisi CO2 di seluruh dunia (2010).

Indonesia semula berada di peringkat ke-21. Namun kini naik ke posisi ke-3 emitter CO2. Karena adanya "kebijakan" pembukaan 1 juta hektare (ha) lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan. Di balik areal tanah rawa tersebut terkandung Karbondioksida. Sehingga tatkala lahan gambut dibuka, CO2 otomatis terlepas ke udara. Sumber emisi Karbondioksida lainnya ialah kentut sapi, pembakaran hutan, industri, dan kendaraan yang memakai Bahan Bakar Minyak (BBM).

Dampaknya tentu penurunan kualitas udara. Pun menyebabkan pula siklus hidrologi tak stabil. Sehingga terjadi pergeseran musim (salah mangsa). Menurut Richard Spilburg, hal ini juga memicu bencana Tornado dan Puting Beliung (Ask an Expert: Climate Change: 2009). Karena perbedaan suhu yang kontras di udara dan air. Tak ayal menciptakan hembusan topan dan badai. Kecepatannya lebih kencang daripada laju mobil formula 1. Tak terbayangkan kerusakan daerah yang diterjangnya.

Kenaikan permukaan air laut setinggi 1 meter juga kian kentara. Sebab es di kutub meleleh. Padahal, 11 dari 15 kota besar di dunia didirikan di tepi pantai. Pemukiman penduduk pesisir rawan tergenang air laut. Mereka akan kesulitan menemukan daratan kering untuk ditinggali. Akibat lainnya yang langsung terasa ialah peningkatan suhu udara. Kini tercatat sebesar 3 derajat Celcius.

Ancaman pemanasan global tak hanya dialami manusia. Tapi juga oleh dunia hewan. Salah satu contohnya beruang kutub. Dahulu mereka mudah mendapatkan makanan. Tapi karena banyak bongkahan es mencair. Ikan-ikan dan anjing laut juga menyingkir. Padahal, seekor beruang kutub membutuhkan setidaknya 9 kg daging setiap hari.

Solusi

Rumah Alam ala Oppie Andaresta menjadi solusi nyata. Penyanyi kondang itu mengajak para pendengarnya, "Hidup Hijau Sekarang Juga”. Ia bahkan sejak dini mengajari anaknya cara menyikat gigi yang ramah lingkungan. Pertama, siapkan dulu sikat dan pasta giginya. Lantas, selama menyikat gigi keran air wajib dimatikan. Baru kemudian, saat berkumur kita mewadahi air di dalam cangkir kecil. Agar tidak boros air.

Selain itu, Oppie tak menggunakan AC. Rumah bertingkatnya didesain dengan langit-langit yang tinggi dan banyak jendelanya. Sehingga sirkulasi udara lebih lancar. Ia juga berkebun dan memiliki semacam hutan mini. Pelantun tembang "Andai Aku Jadi Orang Kaya" ini pantang menebang pohon besar yang sudah ada di lingkungannya. Menurut Anand Krishna, dahulu kala leluhur kita pun tak akan menebang walau hanya satu pohon tanpa sebab yang tepat. Mebel yang terbuat dari kayu akan diwariskan dari generasi ke generasi (Tri Hita Karana: 2008)

Lantas, untuk memupuk tanamannya, Oppie memanfatkan sampah dapur yang diolah menjadi kompos. Sehingga pupuk tersebut tergolong organik. Di setiap pojok rumah, ia menyediakan 2 tong sampah. Satu untuk limbah organik dan 1 untuk yang anorganik. Hemat listrik, bersepeda, dan membuat sumur biopori merupakan langkah sederhana namun efektif untuk memperlambat pemanasan global.

Sedangkan pada ranah pendidikan, Drs. Istoto Suharyoto, MM mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Angon. Letaknya di daerah Maguwoharjo, Yogyakarta. Kota hampir penuh dipadati bangunan, hamparan ladang dan sawah hijau kian langka. Semilir angin, suara gemericik air sungai, dan aroma "parfum" kotoran bebek menjadi daya tarik tersendiri.

Pesan cinta lingkungan selalu didengungkan pada setiap anak, remaja, dan kaum dewasa yang berkunjng di PKBM Angon. Pada Sabtu (10/12) siswa-siswi kelas 2 dari Sekolah Kanisius Mangunan belajar di sana. Para tamu dari sekolah alternatif yang didirikan oleh (almahum) Romo Mangunwijaya Pr itu menanam tunas cabai dalam polibag. Lantas, mereka membawanya pulang ke rumah masing-masing. Lewat progam sederhana ini, anak-anak diajak menghargai kehidupan dan proses bertumbuh sejak usia dini. "Siapa yang mengecat cabai menjadi merah?" tanya kritis seorang anak.

Tenaga Surya

Cara lain memperbaiki kualitas atmosfer bumi ialah menggunakan pembangkit listrik non fosil. Sebab, dengan demikian dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak dan batu bara. Sebagai negara tropis, Indonesia dilimpahi anugerah sinar matahari. Tak ada ruginya mulai mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya.

Ada sebuah penemuan brilian seorang guru SD di Madiun. Minto (44), guru sekolah dasar Prambon I. Ia tinggal di Desa Mruwak, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. Uniknya, racikan kompor tenaga suryanya berfungsi ganda. Selain untuk memasak sekaligus berfungsi sebagai antena parabola. Kita dapat menyaksikan siaran sepakbola sembari menanti ubi rebus matang.

Ayah 2 anak ini berangan-angan ingin menciptakan sesuatu. Seperti para tokoh idolanya Thomas Alfa Edison (penemu listrik) dan James Watt (pembuat mesin uap). Menurut Minto, keteladaan kedua penemu tersebut mendorongnya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat. "Saat itu, saya tidak tahu kapan persisnya, tapi tiba-tiba saya ingin berbuat sesuatu seperti mereka" ujarnya.

Para tetangga mengatakan walau "hanya" lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru), Minto gemar membaca buku. Terutama ihwal teknologi alternatif. Kebiasaan ini mengantarnya lebih dekat dengan cita-cita awal. Ia merealisasikan dalam bentuk sketsa kompor tenaga surya. Bentuknya mirip antena parabola. Waktu yang dibutuhkan untuk merakitnya sekitar 3 tahun.

Uniknya, sebagai guru SD (golongan 3B) dengan penghasilan Rp 400.000/bulan, di benak Minto tak terbesit keinginan mengurus hak paten. Baginya yang terpenting misi pendidikan tercapai. Ia merasa bahagia bila orang lain dapat membuat karya inovatif sepertinya.

Oppie, Istoto, dan Minto telah memberi teladan nyata. Menyelamatkan (Ibu) bumi memang tanggung jawab setiap penghuni planet. Sebab, bumi ini bukan warisan leluhur melainkan titipan anak cucu. Bila bukan kita lantas siapa? Kalau tidak sekarang lalu kapan? Salam Hijau! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) Jogjakarta)



Januari 07, 2012

Sukses bisnis website

Dimuat di Bisnis Indonesia Minggu, 8 Januari 2012

http://epaper.bisnis.com/PUBLICATIONS/BISNISINDONESIA/BI/2012/01/08/index.shtml

Judul: Sukses Bisnis Jasa Membuat Website

Penulis: Su Rahman

Penerbit: Media Kita

Cetakan: 1/Oktober 2011

Tebal: viii + 106 halaman

Harga: Rp 34.000

Saat ini Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) berkembang sangat pesat. Kecenderungan tersebut membuka peluang untuk mendulang uang. Kita banyak mendengar kisah sukses di dunia maya. Tapi agar bisa eksis dalam bisnis online, perlu memilik iwebsite.

Para web developer jeli melihat kebutuhan ini. Salah satunya ialah Su Rahman. Ia telah menggeluti jasa pembuatan website sejak 2007. Hingga kini, setidaknya 100-an lebih proyek berhasil dirampungkan. Semula ia hanya bermodal Rp 300.000.

Lewat buku ini penulis berbagi pengalaman. Honor membuat website untuk aplikasi tertentu bisa mencapai Rp 50 juta. Internet ibarat lahan subur yang menjanjikan terobosan bagi individu kreatif. Kuncinya ialah berani mengambil resiko. Pun terus berjuang sampai garis akhir (baca: deadline).

Proses tersebut dipermudah dengan tarif murah internet. Namun bila masih belum punya, silakan ke warnet saja. Cukup bermodalkan Rp 3.000/jam-nya. Dalam bilik itu, kita bisa browsing, bersosial networking, dan bahkan mencari jodoh.

Semula teknologi komunikasi ini dipakai untuk berperang. Terutama oleh para inteligen, yakni untuk mengintip informasi rahasia lawan. Sedangkan tautan www (world wide web) dikembangkan oleh Tim Berners Lee. Situs web pertama dibuat Sir Tim pada 6 Agustus 1991.

Menurut Su Rahman, website menjembatani interaksi dengan konsumen. Bahkan kini banyak yang gratis, misalnya blogspot, googlesite, dan wordpress. Apapun bisa dijual lewat internet. Jangan pernah takut mencoba. Sebab yang akan diingat orang bukan berapa kali Anda gagal, melainkan keberhasilan kita.

Buku ini mengulas pula cara menetapkan diferensiasi dan menentukan target pasar. Misalnya, bila bergerak secara perorangan, target yang realistis ialah UKM. Karena untuk membidik kelas kakap dibutuhkan modal besar. Jika memang belum mampu, buat apa memaksakan diri?

Satu faktor penting lainnya ialah mengumpulkan portfolio (halaman 20). Sembari terus mengasah kemampuan membuat website, kita perlu membuat daftar riwayat karya. Sehingga dapat menjadi rujukan calon klien. Jumlah website yang telah Anda garap berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan konsumen.

Buku ini tidak memuat teori njilemet yang menyesakkan pikiran. Bahasanya sederhana dan mudah dicerna. Niscaya dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja yang hendak berkecimpung di dunia web design. Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) Yogyakarta)



Ganti Mercon dengan Balon


Dimuat di Harian Joglosemar, Senin/2 Januari 2012

http://harianjoglosemar.com/sms-warga-805.html

Tatkala malam pergantian tahun, saya kaget begitu keluar rumah dan berdiri di pinggir jalan. Udara seolah berkabut - semula saya kira sungguh-sungguh ada kabut. "Tidak biasanya berkabut begini," batin saya dalam hati.

Setelah beberapa saat, baru jelas ternyata itu berasal dari asap mercon dan kembang api. Tak hanya di sekitar rumah saya, tapi niscaya terjadi pula di pusat-pusat keramaian lain. Malam itu, semua berselimutkan asap.

Pertanyaannya, apakah pantas kita menyebut diri masyarakat berbudaya dengan sikap semacam ini? harus menghamburkan triliunan rupiah dalam sekejap, hanya untuk menyulut mercon dan kembang api?

Selain itu, banyak orang tua dan para bayi yang jantungnya tidak/belum kuat mendengar suara dentuman keras. Bahkan, di sekolah (alam) kami memelihara bebek. Ternak tersebut menurun produksi telurnya bila terganggu polusi suara semacam itu.

Semoga ke depannya tak lagi demikian. Kita perlu lebih cerdas dalam merayakan tahun baru. Kebijakan Walikota Solo bisa ditiru, Jokowi melarang penggunaan mercon dan kembang api. Ia memakai prosesi pelepasan balon warna-warni ke udara sebagai penanda pergantian tahun. Selamat tahun baru 2012!.

T. Nugroho Angkasa S.Pd.

Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon

Sekolah Alam Yogyakarta