Februari 19, 2011

Persidangan Anand Krishna - Suatu Konspirasi Besar

Press Release Tim Pembela Anand Krishna

Persidangan Anand Krishna - Suatu Konspirasi Besar

Jakarta, 17 Februari, 2011

Menyangkut perkara Anand Krishna, penulis yang produktif, tokoh lintas agama nasionalis dan humanis, yang dituduh melakukan pelecehan seksual, Humphrey Jemaat, SH selaku ketua tim kuasa hukum Anand Krishna menyampaikan bahwa tuduhan-tuduhan yang dilontarkan terhadap Anand Krishna tidak memiliki dasar sama sekali.

“Fakta persidangan tidak membuktikan satu pun tuduhan terhadap Anand Krishna,” demikian menurut Humphrey Djemaat. “Bahkan,” menurut Humphrey, “fakta persidangan sudah dengan sangat jelas membuktikan adanya konspirasi besar di balik tuduhan-tuduhan tersebut, dan otak pelaku secara mereka yang menjadi kaki-tangannya pun sudah menjadi jelas dalam persidangan.”

Ia yakin bahwa Jaksa Penuntut Umum Martha dapat melihat hal tersebut, dan juga Majelis Hakim. “Sesungguhnya tuduhan-tuduhan terhadap Anand Krishna adalah upaya terorganisir untuk character assassination, supaya ia tidak dapat berkarya. Tapi, hal itu tidak dipercayai publik. Buktinya kegiatan rekan-rekan dan organisasi Anand Krishna berlanjut terus, walau dia sendiri dalam keadaan kurang sehat sejak collapsenya di bulan April 2010 setelah pemeriksaan marathon di Polda, dan sudah hampir tidak bisa seaktif dahulu. Karena, lemahnya keadaan jantung dia, dimana keadaan itu merupakan kerusakan permanen, dan sekarang bepergian kemana pun ia mesti membawa obat jantung. Dia juga tidak bisa lagi bekerja lebih dari 2-3 jam setiap hari, dan mesti langsung istirahat, atau jantungnya kehilangan ritme yang bisa berakibat fatal,” demikian Humphrey menjelaskan keadaan kliennya.

Dr. Otto Hasibuan dan Dwi Ria Latifa, SH yang juga adalah bagian utama dari Tim Kuasa Hukum Anand Krishna memberikan pernyataan yang senada, dan menambahkan, “Kami membela Anand Krishna karena yakin bila dia sedang dizalimi oleh sekelompok orang yang tidak senang melihat keberhasilannya sebagai tokoh perdamaian nasional, bahkan internasional. Sayangnya, mereka kemudian menggunakan beberapa peserta meditasi yang pernah belajar di tempatnya Anand Krishna, dan memunculkan kasus yang sangat lemah dasar hukumnya.”

“Adapun,” Dwi Ria Latifa menjelaskan, “saya sebagai lawyer dan sekaligus sebagai seorang perempuan bisa menjelaskan bila sama sekali tidak ada unsur pelecehan sebagaimana dituduhkan kepada Anand Krishna. Bila fakta persidangan membuktikan hal itu, maka saya sudah tidak menjadi pembelanya lagi. Fakta persidangan menunjukkan hal yang sangat beda.”

Dr. Otto Hasibuan, yang juga adalah ketua Peradi, menjelaskan, “Lebih dari pembelaan terhadap seorang klien, sesungguhnya ini adalah komitmen seorang pengacara untuk membela kebenaran dan keadilan. Dalam kasus Anand Krishna ini, kebenaran dan keadilan yang diserang. Saya bisa melihat hal itu sejak awal. Apalagi dengan fakta persidangan, dimana kami memiliki seluruh rekamannya secara lengkap, sudah bisa dilihat secara jelas apa yang terjadi.

“Kami yakin,” lanjut Otto Hasibuan, “Jaksa Martha dan Majelis Hakim yang mulia memiliki kejelian untuk melihat hal yang sama. Dan, paham betul bila serangan terhadap Anand Krishna ini adalah serangan terhadap pemikirannya. Satu pun unsur dalam tuduhan-tuduhan yang dilontarkan terhadap Anand Krishna tidak terbukti. Maka, demi keadilan dan kebenaran seyogyanya Anand Krishna dinyatakan bebas murni, dan harkat serta martabatnya segera dipulihkan kembali.”

Sekretariat : Plaza Gani Djemat lt 8, Jl. Imam Bonjol 76-68, Jakarta 10310, Indonesia Tel : 021 – 3903603 Fax : 021 - 3150386

Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2011/02/19/persidangan-anand-krishna-suatu-konspirasi-besar/

Menanam Ingatan Palsu lewat Hipnotis

Tulisan ini lebih merupakan saduran atas artikel Dr Andy Ho, MD, PhD dari The Straits Times Singapore.

Beliau seorang penulis senior. Isinya menarik ihwal penanaman ingatan palsu lewat hipnotis. Minta tolong disebarluaskan. Terimakasih

Bagaimana Hipnotis Dapat Menanamkan Ingatan Palsu?

Referensi:

:http://admpreview.straitstimes.com:90/vgn-ext-templating/v/index.jsp?vgnextoid=2924b9f30bcac210VgnVCM100000430a0a0aRCRD&vgnextchannel=0162758920e39010VgnVCM1000000a35010aRCRD

Para ahli syaraf baru-baru ini membuktikan bahwa hipnotis dapat mempengaruhi bagian otak yang mengendalikan atensi seseorang. Bukti awal tersebut memunculkan harapan bahwa hipnotis dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja akademis.

Saat saya menulis topik ini seorang teman psikiater mengkritik saya. Karena saya tidak menyampaikan secara eksplisit tentang bahaya hipnotis. Ia sangat memprihatinkan ihwal ingatan palsu yang dapat ditanamkan.

Ternyata rekaman peristiwa traumatis yang direpresi sedemikian rupa dapat diangkat kembali ke permukaan lewat hipnotis. Memang ini dapat membantu mengatasi penyakit psikis yang disebabkan oleh kenangan masa lampau.

Ingatan tidaklah tersusun secara rapi. Sehingga apa yang tidak kita sukai dapat dibuang selamanya. Sejatinya, sangat sulit melupakan kenangan-kenangan buruk.

Praktek pengungkapan kembali kenangan yang ditekan tersebut dapat pula membuat klaim seolah telah terjadi penculikan oleh Alien dan pelecehan seksual di masa kanak-kanak.

Penculikan Alien ditanamkan ke dalam ingatan pada 1990-an oleh psikiater Universitas Harvard bernama John Mack. Ia menanamkan kenangan palsu berupa penculikan oleh makhluk asing kepada ratusan orang yang dihipnotisnya.

"Pengalaman" mereka diceritakan dalam buku best seller: Abduction: Human Encounters With Aliens (1990) dan Passport To The Cosmos: Human Transformation And Alien Encounters (1999).

Ia mengatakan kepada para pasiennya bahwa penculikan itu nyata dan tidak perlu merasa khawatir karena Alien datang ke sini untuk menyelamatkan Bumi. Lantas, Universitas Harvard menyelidiki kasus ini karena dianggap sebagai praktek 'terapi yang tidak kompeten'.

Jika seorang psikiater mendiagnosis pasiennya mengidap skizofrenia, kemudian memulangkan pasiennya itu ke rumah, mengatakan halusinasinya nyata, maka ia jelas bersalah karena melakukan malpraktek. Tapi para pengacara Dr Mack membela dengan alasan kebebasan akademik, Universitas tidak bisa menyalahkan kliennya.

Melalui uji laboratorium berulang kali memang terbukti bahwa orang dewasa dapat 'dibuatkan" rangkaian kenangan peristiwa dalam kehidupannya. Padahal itu sama sekali tak pernah terjadi. Kalau lebih masuk akal kejadiannya, semakin banyak orang meyakini bahwa ia sungguh mengalaminya. Setelah menerima suntikan memori palsu, subjek kemudian dapat pula membuat rincian palsu seputar hal tersebut.

Namun dalam situasi klinis sekalipun sangatlah sulit menentukan apakah kenangan yang muncul kembali itu asli atau tidak. Karena peristiwanya telah lama terjadi. Psikolog anak Jean Piaget yang terkenal pada 1962 mencatat dalam otobiografinya bahwa ia memiliki memori palsu. Ia pernah hampir diculik saat masih bayi. Beberapa tahun kemudian pengasuhnya mengaku bahwa dia telah merekayasa semuanya itu.

Kenangan palsu tidaklah begitu berbahaya kecuali membuat seseorang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Pada 1994, American Paul Ingram dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak dan memimpin ritual satanik yang menyebabkan kematian 25 bayi.

Meskipun ia menyangkal tuduhan tersebut dengan gigih, akhirnya ia menyerah setelah diinterogasi secara terus-menerus. Ia bukan hanya mengakui segala tuduhan, termasuk yang baru diajukan, bahkan ia membuat rincian grafik untuk setiap episode yang dituduhkan tersebut.

Namun ketika dihadapkan dengan keseluruhan episode yang dibuatnya itu ia menyangkal pada awalnya, walau akhirnya mengakui. Bahkan memberikan rincian. Kemudian, terungkap bahwa ia memiliki ingatan palsu. Kendati demikian, ia tetap mendekam beberapa tahun di penjara.

Oleh karena itu, seseorang tidak dapat meyakini apakah kenangan yang terungkap kembali ihwal pelecehan seksual pada masa kanak-kanak benar terjadi atau sekedar hasil rekayasa palsu. Diperlukan lebih banyak informasi, dalam arti mempelajari orang yang mengungkapkan kembali ingatan peristiwa yang tampak sangat tidak masuk akal.

Ada satu kelompok, mereka menggambarkan kenangan yang tampaknya terdengar realistis. Yakni diculik oleh makhluk Humanoid berkaki dua. Kemudian menyuruh mereka melakukan prosesi invasif, biasanya bersifat seksual. Peristiwa tersebut terjadi di atas pesawat yang berupa piring terbang. Hollywood sekalipun tak pernah memfilmkan pasukan Sci-Fi semacam itu.

Ketika 'korban penculikan' tersebut diuji dengan memakai peralatan psikologi standar, mereka terbukti lebih lemah secara psikis ketimbang kelompok pengontrol. Yakni dalam hal mengingat dan mengenali kata yang belum pernah diperdengarkan kepada mereka.

Jika orang dengan kecenderungan ini berulang kali disugesti lewat hipnotis untuk membayangkan peristiwa yang paling tidak masuk akal sekalipun, yang dikatakan telah terjadi kepada mereka dalam 'kehidupan masa lampau', mereka cenderung mempercayai rincian imajiner tersebut seolah asli adanya.

Saat pernyataan palsu cukup sering diulang-ulang, pendengar akan menjadi semakin akrab dengannya. Meningkatnya keakraban cenderung ditafsirkan sebagai bukti kebenaran. Inilah sebabnya mengapa 'korban penculikan' yakin bahwa mereka benar-benar diculik oleh Alien.

Tetapi sejak pertengahan 1970-an telah terbukti bahwa semakin percaya saya terhadap kenangan seharusnya kian akurat. Dalam hipnosis, imajinasi orang yang lemah dapat berbaur dengan fantasi, sugesti orang yang menghipnotisnya.

Dr Mack ialah New Ager yang mengaku pernah melakukan 'perjalanan ke kehidupan, perasaan dan peristiwa masa lalu'. Lalu ia mensugestikan rincian penculikan kepada para pasiennya lewat hipnotis. "Penanaman ide-ide ini merupakan 'proses intuitif co-kreatif'," katanya.

Pendekatan ini, menurutnya, 'Menghasilkan informasi yang merupakan produk dari kesadaran pembauran (orang yang melakukan hipnotis dan yang terhipnotis)'.

Proses ini jelas bisa memutarbalikkan kebenaran, ia merasa bahwa "pertanyaan apakah orang yang terhipnotis ... mengungkapkan apa yang secara harfiah atau faktual 'terjadi' mungkin tidak sesuai sama sekali'. Begitu banyak sisi kenyataan dan kebenaran.

Kisah John Mack di atas memberi satu pesan: etika sangat penting dalam hipnotis. Tapi karena hipnotis tidak diatur secara memadai. Ia hanya dapat membawa kita sejauh ini.

Berterimakasihlah...

Be Thankful*

---Berterimakasihlah

Be thankful that you don’t already have everything you desire.

If you did, what would there be to look forward to?

---Berterimakasihlah bahwa kamu belum mempunyai semua yang kamu inginkan

Kalau sudah semua, apa yang akan kamu cari ke depannya?

Be thankful when you don’t know something.

For it gives you the opportunity to learn.

---Berterimakasihlah ketika kamu tak tahu tentang sesuatu

Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar

Be thankful for the difficult times.

During those times you grow.

----Berterimakasihlah atas saat-saat sulit

Selama waktu-waktu tersebut kamu bertumbuh

Be thankful for your limitations.

Because they give you opportunities for improvement.

---Berterimakasihlah atas keterbatasanmu

Karena mereka memberimu kesempatan untuk perkembangan

Be thankful for each new challenge.

Because it will build your strength and character.

---Berterimakasihlah untuk setiap tantangan baru

Karena ini akan membangun kekuatan dan karakter

Be thankful for your mistakes.

They will teach you valuable lessons.

---Berterimakasihlah atas kesalahan-kesalahanmu

Mereka mengajarimu pelajaran-pelajaran berharga

Be thankful when you’re tired and weary.

Because it means you’ve made a difference.

---Berterimakasihlah ketika kamu merasa letih dan gelisah

Karena itu berarti kamu telah membuat sebuah perubahan

It is easy to be thankful for the good things.

A life of rich fulfillment comes to those who are also thankful for the setbacks.

---Sangatlah mudah berterimakasih atas hal-hal baik.

Hidup yang utuh hadir kepada mereka yang juga berterimakasih atas kesulitan-kesulitan.

GRATITUDE can turn a negative into a positive.

Find a way to be thankful for your troubles and they can become your blessings.

----Rasa syukur dapat merubah suatu yang negatif menjadi positif

Temukanlah cara untuk berterimakasih atas masalah-masalahmu dan mereka akan menjadi berkah-berkahmu.

~Author Unknown

---Anonim

*Pada Rabu/19 Januari 2011 versi bahasa Inggrisnya dibacakan oleh Angel, Paskah, Veren, Jessica, Bella dan Ruth dari kelas 7A SMP Fransisikus Bandar Lampung saat Doa Pagi sebelum mereka memulai aktivitas di sekolah. Semoga berguna dan Terimakasih :-)

Menjadi Mastermind

Tulisan aslinya berbahasa Inggris, dimuat dihttp://www.thebalitimes.com/2010/02/26/becoming-mastermind/


Menjadi Mastermind


*Anand Krishna


Telah ditulis sebelumnya bahwa "hipnosis atau hipnoterapi bisa dipakai sebagai alat untuk membuka diri seseorang pada meditasi," atau untuk memperkuat otak yang lemah, saya harus, sekali lagi, menekankan hal berikut ini. Hipnosis dan hipnoterapi bukan satu-satunya alat, ada beberapa cara yang lainnya, banyak, banyak yang lebih aman, termasuk tetapi tidak terbatas pada latihan yoga tertentu.


Kenapa saya berkata, "banyak, banyak alat yang lebih aman?” Apakah saya hendak menyiratkan bahwa hipnosis atau hipnoterapi tidak cukup aman sebagai sebuah alat?

Saya mencoba untuk menjelaskan apa yang saya maksud dengan kata "aman".


Apa pun yang dapat Anda lakukan sendiri, tanpa bantuan orang lain - menurut pendapat saya - tidak hanya lebih mudah, tetapi juga lebih aman.


Ada ratusan pernapasan yoga dan latihan pembersihan diri, yang dapat dengan mudah Anda lakukan sendiri, sedangkan untuk hipnosis dan hipnoterapi, Anda harus bergantung pada keahlian seseorang.


Dan bergantung pada keahlian seseorang dalam bidang meditasi bertentangan dengan prinsip meditasi itu sendiri, yakni pemberdayaan diri. Kalau meditasi tidak memberdayakan diri Anda, tidak membantu Anda menemukan sifat sejati dari "diri" Anda - maka itu bukanlah meditasi.


Dengan bantuan seorang ahli hipnoterapis, seseorang dapat berhenti merokok, karena merokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan fisik, tetapi juga untuk jiwa. Itu mencemari energi, prana, atau élan vital kehidupan kita. Ketika prana yang sudah tercemar tadi mengalir ke otak manusia, justru membuatnya mati rasa, sehingga ia kehilangan ketajamannya. Otak tak lagi menjadi alat yang efektif untuk meditasi.


Jadi berhentilah merokok dengan bantuan hipnosis atau hipnoterapi, dan persiapkan diri Anda untuk meditasi. Tapi ada “tapi” yang sangat besar di sini - dengan bantuan hipnosis dan hipnoterapi, Anda paling banter hanya bisa menekan kebiasaan merokok. Kebiasaan tersebut tidak hilang. Hal ini masih ada tapi ditekan. Itu seperti ketika Anda menghapus item di komputer Anda. Semua item yang dihapus masih ada tapi tidak mudah diakses. Seorang hacker bisa menemukannya kembali.


Hipnosis atau hipnoterapi bisa membantu Anda berhenti merokok, menekan sifat keras Anda, atau mengontrol obsesi seksual dan obsesi lainnya hanya untuk jangka waktu tertentu. Anda tidak dapat sepenuhnya menyingkirkan mereka. Semua kebiasaan tetap ada di dalam diri Anda, siap untuk di-hack dan dibawa kembali ke permukaan setiap saat.


Dalam kasus ini, seseorang, sekelompok orang atau situasi dapat membawa kembali semua sifat-sifat dan kebiasaan yang tidak diinginkan tadi ke permukaan. Setelah berhenti merokok dengan bantuan hipnosis atau hipnoterapi, misalnya, jika Anda masih bergaul dengan perokok - maka hanya masalah waktu saja sebelum Anda kembali ke kebiasaan lama.


Perubahan, yang dibawa oleh hipnosis atau hipnoterapi, lazimnya bersifat sementara. Itu tidak permanen. Ia tidak mengubah sifat Anda.


Dalam rangka mengubah sifat Anda, Anda harus berupaya secara sadar demi perubahan, bukan secara tidak sadar seperti dalam kasus hipnosis dan hipnoterapi.


Anda dapat menggunakan hipnosis atau hipnoterapi sebagai pertolongan pertama. Namun, Anda tetap harus melanjutkannya dengan upaya yang sadar. Anda harus sadar, dan tidak di bawah tekanan apapun, dan tanpa bantuan orang lain, caranya dengan mengingatkan diri Anda sendiri bahwa merokok itu berbahaya.


Tindakan secara sadar mengingatkan diri sendiri tentang hal tertentu dapat disebut hipnosis sadar. Saya menyebutnya sugesti, atau afirmasi.


Di sini, Anda sepenuhnya memegang kendali.


Anda tidak dikendalikan oleh siapapun.


Guru Nanak (1469-1539) menyebut proses ini Simran (peringatan terus-menerus), para Sufi menyebutnya Tafakkur (refleksi terus-menerus). Ini tidak sama dengan merapalkan mantra tertentu tanpa memahami maknanya. Pengulangan mekanik semacam itu tak akan membantu.


Saya pernah bertemu dengan orang yang membaca mantra selama 2-3 jam setiap hari, namun mereka tetap keras, serakah, obsesif, dan penuh kemarahan. Mengapa? karena mereka merapalkan mantra tersebut secara mekanis tanpa memahami mekanismenya. Hasil akhirnya adalah bencana total.


Mantra tidak dapat dirapalkan secara mekanis, tetapi digunakan secara efektif dan efisien. Mantra adalah alat. Ini seperti pedang. Jika tajam, satu tebasan saja cukup. Jika tumpul, sejumlah tebasan tetap saja tidak cukup.


Definisi mantra, "rapalan suci," menafikan arti sebenarnya dari kata tersebut. Lebih buruk lagi, jika mantra dikaitkan dengan Hindu, Jain, Buddha, Sikh, atau tradisi tertentu. Hal ini seperti mengaitkan Hukum Gravitasi dengan Kristen, karena Newton adalah seorang Kristen. Atau mengaitkan Hukum Relativitas dengan Yudaisme, karena Albert Einstein adalah seorang Yahudi.


Kata mantra sama sekali tidak menyiratkan rapalan. Kata itu terdiri atas dua kata, “man” atau manas - berarti "pikiran", dan, “tra”, atau yantra - yang berarti "alat." Bagaimana Anda menggunakan alat ini tidak diindikasikan oleh kata tersebut.


Sebuah mantra dapat didefinisikan sebagai "alat untuk pikiran," atau penggunaan "pikiran sebagai alat." Saya mendesak Anda membaca ulang baris terakhir: Sebuah mantra dapat didefinisikan sebagai “alat untuk pikiran," atau penggunaan "pikiran sebagai alat."


Saya yakin Anda dapat melihat perbedaan besar antara kedua makna tersebut. Yang pertama menyiratkan bahwa mantra ialah "alat" untuk digunakan pada atau untuk pikiran. Arti kedua menyiratkan bahwa "pikiran" adalah alat.


Jika Anda terbiasa mendefinisikan mantra sebagai rapalan, mohon lupakan untuk sementara waktu. Anda bisa kembali ke definisi semula setelah membaca kolom ini. Itu oke saja. Saya tidak mengatakan bahwa pemahaman saya mutlak benar. Anda memiliki hak atas pemahaman Anda, seperti yang saya lakukan. Kendati demikian, untuk sementara waktu, marilah kita tetap menyingkirkan semua definisi lain dari kata tersebut.


Jadi mantra adalah alat bagi pikiran - atau ini pikiran itu sendiri? Apakah alat yang akan digunakan untuk pikiran, atau pikiran yang digunakan sebagai alat?


Itu adalah keduanya...


Sebelum meditasi, itu adalah alat untuk membersihkan pikiran Anda. Setelah meditasi itu adalah pikiran jernih yang siap digunakan.


Sebelum meditasi mantra ini ialah 100 persen yantra - alat.


Anda dapat menggunakan apapun sebagai alat - hipnosis, atau hipnoterapi diikuti dengan auto-sugesti, atau afirmasi, teknik pernapasan tertentu, teknik pembersihan, bahkan ritual tertentu, musik, buku - apa pun. Semua peralatan, semua yantra, digunakan untuk menenangkan pikiran, untuk mengendalikan gejolaknya, untuk membersihkannya - adalah valid sebagai mantra. Tentu saja, yantras atau alat dipakai selama mereka membantu kita berurusan dengan pikiran kita sendiri. Alat atau yantra yang tak efektif bukanlah mantra.


Mantra bukan merupakan bagian dari meditasi, seperti segelas susu sebelum tidur bukanlah bagian dari tidur Anda. Meskipun banyak orang percaya, bahwa susu hangat sebelum tidur menjamin kualitas tidur.


Sekarang, setelah memiliki kualitas tidur di malam hari, ketika Anda bangun keesokan harinya dan merasa disegarkan Anda dapat disamakan dengan mantra setelah meditasi.


Pikiran yang diubah oleh dan selama meditasi ialah pikiran yang baru. Pikiran seperti itu, pikiran yang tak kenal rasa takut, menjadi alat untuk hidup dalam kebebasan total. Kemudian Anda menjadi mantra. Anda menjadi alat bagi diri Anda sendiri.


Sebelum meditasi, kita diatur oleh pikiran kita, oleh pikiran yang terkontaminasi dan penuh ketakutan. Setelah meditasi, kita menggunakan pikiran kita untuk hidup tanpa rasa takut. Sebelum meditasi, kita adalah budak dari pikiran kita sendiri. Setelah meditasi, kita menjadi tuan atas pikiran kita sendiri - kita menjadi Mastermind.

Kerjasama Antar Agama: Mitos, Realitas, atau Kemungkinan untuk Indonesia?

Tulisan aslinya berjudul “Multi-Religious Cooperation: Myth, Reality, or Possibility for Indonesia?”

Versi bahasa Inggris dimuat di The website of the Journal of Inter-Religious Dialogue

http://irdialogue.org/articles/multi-religious-cooperation-myth-reality-or-possibility-for-indonesia-by-anand-krishna/


“Kerjasama Antar Agama: Mitos, Realitas, atau Kemungkinan untuk Indonesia?"


*Anand Krishna


Ada pepatah Sufi yang indah, awalnya "Sufi" tidak ada sebagai suatu istilah, tapi banyak orang mempraktekkan Sufi di mana-mana. Sekarang ada istilah "Sufi", tapi hampir tidak ada praktisi yang sesungguhnya.


Sama halnya dapat dikatakan ihwal "kerjasama antar agama" dan "dialog lintas iman". Istilah seperti itu tidak populer sebelumnya, tapi kita memiliki kerjasama yang tulus antara orang-orang dari keyakinan yang berbeda, dan tetap ada harmoni di dalam masyarakat.


Sekarang, istilah-istilah tersebut begitu populer, banyak organisasi antar agama dan lintas iman, tapi kerjasama dan harmoni yang sesungguhnya justru hilang.


Apa yang Salah?


Saya meng-google kata "cinta", dan menemukan 1.400.000.000 entri, melawan 178.000.000 entri untuk kata "benci".


Demikian pula dengan kata "perdamaian", ada 215.000.000 entri, melawan 89.100.000 entri untuk kata "konflik”, dan hanya 3.520.000 entri untuk kata "perselisihan" (semua hasil tersebut tertanggal 18 Januari 2010, sekitar jam 09.25 waktu Jakarta).

Apa makna angka-angka tersebut bagi kita? Berdasarkan angka-angka itu, kita dapat menyimpulkan bahwa cinta dan perdamaian memang lebih populer ketimbang konflik dan perselisihan?

Sebagai "kata" ya, sebagai "istilah" ya, sebagai "ide" ya, sebagai "konsep" ya - cinta dan perdamaian tentu lebih populer daripada benci, konflik, dan perselisihan. Tapi realitas kehidupan ini mengisahkan kepada kita cerita yang berbeda.


Cinta sebagai sebuah ide memang mulia, namun masih lebih mulia cinta dalam tindakan, melalui berbagi dan peduli. Gagasan Indonesia ihwal cinta dalam praktek ialah:


Gotong-Royong


Banyak orang akan menterjemahkannya ini sebagai "kerjasama". Tapi makna harfiahnya ialah “memikul beban bersama".


Ini merupakan konsep asli Indonesia ihwal kerjasama. Sampai beberapa dekade yang lalu, tak dapat dihindarkan untuk menambah "antar agama" sebelum kerjasama.


Dalam bahasa di kepulauan Nusantara, istilah "Gotong-Royong Antar Agama", memang terdengar absurd. Kerjasama ialah kerjasama. Gotong-royong adalah gotong-royong.Mengapa menambahkan "antar agama"?


Apa perlu?


Yesus dan Muhammad tidak menyuruh kita memeriksa dulu apa agama tetangga kita sebelum mengulurkan tangan kepada mereka.


Cinta "Tak bersyarat"


Ini adalah semangat gotong-royong. Gotong-royong adalah kontribusi bersama dari semua orang, bekerja saling bahu-membahu untuk kepentingan umum.


Tidak ada aturan, tidak ada peraturan, dan tentunya tak ada organisasi khusus yang diperlukan untuk melaksanakan gotong-royong dalam masyarakat. Gagasan tentang memikul beban bersama itu telah menjadi bagian dari budaya kita, dan peradaban kita.


Kita melakukannya, karena kita tahu itu baik untuk membantu, untuk saling berbagi dengan mereka yang lebih lemah dari kita.


Sampai beberapa waktu lalu – untuk orang biasa yang tinggal di Indonesia - menjadi baik ialah menjadi saleh. Mempraktekkan kebaikan adalah mempraktekkan kesalehan.


Kebaikan, kesalehan ini ialah:


Fondasi untuk Gotong-Royong


Di atasnya, pada platform kebaikan, dan kesalehan, kita berdiri bersama-sama.


Dengan lebih dari 16.000 pulau-pulau, dan penduduk lebih dari 70 juta; ratusan etnis dan bahasa yang dipakai - itu adalah tugas besar bagi para pendiri bangsa Indonesia modern untuk mempersatukan kita semua sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tapi, mereka bisa melakukannya. Dan, mereka melakukannya tanpa menggunakan akidah agama, sanksi, janji surga, atau ancaman api neraka.


Mereka tahu bahwa tidak mungkin untuk menyatukan bangsa yang beragam dengan seperangkat doktrin agama tertentu, atau dogma. Sebuah platform nasional yang dibangun di atas landasan seperti itu sangatlah rapuh, lemah, dan tidak cukup kuat untuk menahan berat sebuah bangsa yang besar.


Oleh karena itu, mereka membangun kerjasama nasional di atas dasar warisan budaya bangsanya sendiri, nilai-nilai, sejarah, dan kearifan lokal.


Bhinneka Tunggal Ika


Pertama dan utama ialah mengetahui ihwal keanekaragaman bangsa di segala bidang dan pada semua tingkatan:

  • Kepulauan terbesar: Kepulauan 17.508 kepulauan (6.000 yang dihuni)
  • Perekonomian terbesar di Asia Tenggara
  • Populasi Muslim terbesar, dan Rumah untuk Penganut hampir Semua Agama-agama Besar di Dunia, dan beberapa Kepercayaan Lokal
  • Pulau yang paling padat penduduknya: Jawa
  • Peringkat ke-2 Keanekaragaman Hayatinya
  • Peringkat ke-4 Negara terpadat populasinya: 237 juta orang
  • Peringkat ke-16 Negara terluas (Luas Tanah): 1.919.440 km ²
  • 300 etnis asli dan 742 Bahasa / Dialek

Berikutnya adalah menemukan suatu rumusan asli untuk menyatukan rakyat yang beragam. Dan, ini adalah Bhinneka Tunggal Ika - biasanya diterjemahkan, atau lebih tepatnya, keliru diterjemahkan sebagai "Persatuan dalam Keberagaman", frase yang sebenarnya berarti:


"Tampak Beragam, tapi Intinya Satu”


"Persatuan dalam Keberagaman" merayakan Keanekaragaman, tapi tetap sekedar ideologi, atau sebuah konsep belaka, ketika perlu menyatukan orang. Mengapa mereka musti bersatu?


Di sisi lain "Tampak Beragam, tapi Intinya Satu," berfokus pada landasan dan kesatuan yang esensial. Kita semua adalah satu. Perbedaan di antara kita sekedar ada di permukaan. Mereka memang tampak, tapi bukan laten.


Kita semua datang dari satu sumber yang sama, baik secara spiritual maupun fisik. Pemetaan DNA manusia telah membuktikan fakta ini yang dulu diragukan. Para pendiri bangsa kita, kendati demikian, tidak berhenti pada pemahaman itu saja. Mereka lebih lanjut merumuskan cara untuk mengimplementasikannya.


Pancasila


Diabadikan dalam "Lima Prinsip" merupakan inti dari semua nilai kemanusiaan:

  • Religiusitas atau nilai-nilai ketuhanan
  • Kemanusiaan
  • Kebangsaan
  • Demokrasi, Dipandu oleh Hati Nurani
  • Keadilan Sosial bagi Semua

Prinsip pertama tidak berbicara tentang Tuhan, tetapi nilai-nilai ketuhanan. Ini bukan mengenai agama tertentu, tetapi tentang esensi dari semua agama, religiusitas. Dengan cara ini mereka bisa merangkul satu dan semua, termasuk mereka yang mengikuti sistem kepercayaan yang berbeda sama sekali dari kelompok agama mainstream.


Indonesia Masa Lalu


Mengunjungi India, sekitar 60 tahun yang lalu, salah satu bapa pendiri bangsa kami, juga presiden pertama, Sukarno, mengejek penjaga toko India yang bangga menampilkan agama mereka pada papan nama, "Kedai Teh Hindu", "Restoran Muslim", dan seterusnya dan sebagainya.


Sekitar waktu yang sama, presiden India Radhakrishnan merasa takjub bagaimana kita di kepulauan ini bisa mempertahankan budaya dan tradisi, yang berakar dari peradaban kuno Lembah Indus, terlepas dari afiliasi keagamaan kita apa.


Indonesia Sekarang


Sayangnya, situasi saat ini berubah. Apa yang terjadi di India itu, justru terjadi di Indonesia sekarang, hari ini.

Budaya telah menyatukan kita, kemudian agama justru mengkotak-kotakkan kita, sekarang. Kita dulu tidak memiliki organisasi antar agama, dan lintas iman, tapi sudah sudah mempunyai harmoni antar agama. Kita memiliki banyak organisasi antar agama dan lintas iman sekarang, namun tidak ada keharmonisan antar agama.


Fanatisme Agama


Hal ini jelas meningkat, dan sebenarnya sudah terjadi dalam dua dekade terakhir. Sayangnya, para pemegang otoritas kita, tidak bisa membaca pesan-pesan di dinding, atau barangkali mereka memiliki kepentingan pribadi, dan karenanya sengaja membiarkan hal itu terjadi.


Beberapa tahun yang lalu ketika saya membahas masalah tersebut dengan salah seorang menteri dan memintanya untuk belajar dari pengalaman Pakistan - seperti diakui oleh mantan Presiden Musharraf dalam otobiografinya In the Line of Fire ia menanggapinya dengan enteng saja. "Tapi, saya melihat tidak ada yang salah jika seseorang fanatik dengan agamanya.


"Terorisme dan kekerasan tidak ada hubungannya dengan agama -." Klise memang kalimat teresebut, tapi masih sering digunakan dan disalahgunakan oleh banyak orang, termasuk oleh banyak ulama-moderat.


Saya mengingatkannya tentang apa yang Mahatma Gandhi katakan berkaitan dengan hal itu, "Sebuah fanatisme yang menolak perbedaan melenceng dari semua ideal."


Dia bersikukuh pada pendapatnya, dan saya menyadari bahwa tak ada gunanya berbicara dengan tembok.


Fanatisme, Ekstremisme, Radikalisme, dan Terorisme


Mereka tak terpisahkan. Fanatisme adalah rahim yang melahirkan terorisme. Ekstrimisme dan radikalisme adalah tahapan sebelum kelahiran tersebut.


Saya ingat pernyataan yang dibuat oleh Wakil Presiden terdahulu Hamzah Haz, tidak lama sebelum bom Bali meledak pada tahun 2002. Ia tidak mengakui bahwa ada sel-sel teroris dan kamp-kamp pelatihan di negara ini.


Dia salah.


Bom Bali hanyalah permulaan.


Kita sudah, sejak saat itu, dibom beberapa kali. Sebagian besar eksekutornya ialah orang kita sendiri, orang Indonesia. Dan lagi-lagi, saat berbicara di forum internasional, para pemimpin lembaga keagamaan kita enggan untuk mengakui bahwa fanatisme dan radikalisme yang berkembang telah memecah-belah masyarakat kita.


Suka atau tidak, agama telah digunakan, atau lebih tepatnya disalahgunakan, untuk membenarkan tindakan teror. Agama telah disajikan sedemikian rupa, dan oleh pengikutnya sendiri, bahwa ia telah kehilangan keduanya, arti dan kegunaan sebagai kekuatan yang mempersatukan.


Mendefinisikan kembali Peran Agama


Ini adalah tantangan terbesar yang dihadapi oleh semua agama, dan kelompok-kelompok keagamaan. Tidak akan ada kerjasama antar agama, jika makna hakiki dan definisi agama, dan perannya tetap belum jelas.


Semua teks agama kita mengandung keduanya, kebenaran universal yang relevan untuk setiap waktu, dan kebenaran kontekstual untuk menangani masalah aktual dalam jangka waktu tertentu. Para pengikut dari semua agama harus cukup bijak untuk bisa membedakan antara keduanya.


Ketika yang kontekstual tersebut disajikan sebagai universal - agama tidak lagi menjadi kekuatan yang mengikat. Sampai dan kecuali hal ini dipahami dan diselesaikan secara gamblang, maka tidak akan ada kerjasama antara kelompok-kelompok agama yang berbeda.


Misalnya berbagai masalah di Timur Tengah sebenarnya dimotivasi oleh kepentingan politik dan ekonomi. Itu bukan masalah agama. Dengan membawa masalah agama ke dalam isu-isu tersebut, mereka tidak hanya memperumit, tetapi juga membahayakan seluruh dunia.


Teroris yang Tumbuh di Tanah Indonesia


Indonesia tidak ada hubungannya dengan konflik di Timur Tengah. Namun, teroris yang tumbuh di tanah kita, dan para pendukung mereka, mereka membenarkan tindakan kekerasan dan teror dengan mengutip konflik di sana sebagai penyebabnya.


Mengapa?


Hal ini karena sifat alami dari agama, yang luas, dan merangkul semua. Agama dan ajaran agama melampaui batas-batas nasional kita dan lokasi geografis.


Dengan demikian, “kekuatan” agama dapat dimanfaatkan maupun disalahgunakan. Kita bisa menggunakan agama untuk mengikat kita bersama sebagai satu keluarga dunia. Kita juga dapat menggunakan agama untuk menciptakan sub-keluarga dalam keluarga, sub-suku dalam satu suku manusia.


Sayangnya, banyak dari kita telah, dan menggunakan agama untuk memecah-belah, dan tidak untuk bersatu. Kita telah menciptakan kotak-kotak pada semua tingkatan, dengan hasil akhir bahwa saat ini bahkan satu dan agama yang sama dapat terbagi menjadi begitu banyak sekte.


Sektarianisme


Dalam Parliament of Religions pertama di Chicago (1893), Swami Vivekananda (1863-1902) dari India pernah berkata:


"Sektarianisme, kefanatikan, dan keturunannya yang mengerikan, fanatisme, telah lama menguasai bumi yang indah ini. Mereka mengisi bumi dengan kekerasan, sering dan sering basah kuyup dengan darah manusia, menghancurkan peradaban dan membuat seluruh bangsa merasa putus asa. Kalau bukan karena setan-setan mengerikan itu, masyarakat manusia akan jauh lebih maju daripada sekarang.


"Tapi waktu mereka telah tiba, dan aku sungguh-sungguh berharap bahwa lonceng yang berdentang pagi ini untuk menghormati konvensi ini bisa menjadi tanda kematian dari semua fanatisme, dari semua penganiayaan dengan pedang atau dengan pena, dan semua perasaan tak kenal belas kasihan antara orang-orang yang sedang menempuh perjalanan ke tujuan yang sama. "


Sayangnya, harapannya tetap sekedar harapan sampai hari ini. Harapan yang belum terpenuhi, dan impian yang belum terealisasikan ini menantangi kita untuk memenuhinya, untuk mewujudkan hal itu.


Sampai dan kecuali fanatisme agama dapat diakhiri, tidak ada kerjasama antar agama yang mungkin.


Pemasangan Fondasi untuk Kerjasama Antar Agama


Pertama, kita harus berurusan dengan gagasan fanatik seperti, "agama saya adalah yang terbaik," "agama saya adalah yang tertua”, “agama saya yang terbaru”, “agama saya yang paling sempurna" dan sejenisnya.

Kita harus menyiapkan landasan yang kokoh, sebuah platform yang kuat di mana semua agama, dan semua praktisi agama dapat berdiri dan bekerja bersama. Tanpa platform semacam itu, bagaimana kita bisa melakukannya?


Platform yang saya maksud adalah platform "Apresiasi".


Toleransi saja tidak Cukup


Kata "toleransi" memiliki konsep "lebih suci dari kamu" yang tersembunyi di antara 9 huruf tersebut. Ini berarti, "Aku lebih baik daripada kamu, tetapi, aku mentolerir kamu."


Kita telah saling mentoleransi selama lebih dari seribu tahun. Apa hasil akhirnya? Kita tidak pergi pun jauh dari tempat kita dulu memulainya.


Jika kita serius untuk mengakhiri konflik yang berbasis agama, maka pertama-tama, kita harus menghindari kata "toleransi".


Mari kita menggantinya dengan "apresiasi". Marilah kita mengapresiasi, dan tidak hanya mentolerir perbedaan di antara kita.


Apresiasi berarti:


1. Memahami, saya tidak hanya menerima perbedaan antara kita, tetapi saya memahaminya. Saya memahami mengapa Muhammad melakukan apa yang Ia lakukan, dan mengapa Ia tidak melakukan apa yang Yesus lakukan. Saya memahami mengapa Krishna begitu penuh warna, dan mengapa Buddha berada di ekstrim lain dengan jubahnya. Saya memahami mengapa Mahavira begitu dekat dengan Siddhartha, walau berjauhan.


2. Pertemuan Pikiran dan Hati, yang merupakan produk alami pemahaman. Dan, yang merupakan prasyarat untuk segala macam kerjasama, yaitu, sebuah kerjasama yang tulus.


3. Tidak ada Konversi, karena "agama saya tidak lebih baik dari agama Anda." Saya pernah menantang kepala lembaga keagamaan kita untuk mengucapkan perkataan ini, untuk mengulang-ulang kalimat tersebut. Tak ada, tidak satupun dari mereka yang mau mengatakannya di depan publik. Jenis pluralisme yang mereka percayai tidak membebaskan mereka dari kompleks mental. "Punyakulah yang terbaik”, masih banyak menjadi bagian dari sistem kepercayaan masing-masing. Jenis kerjasama seperti apa yang kita harapkan dari jenis pikiran semacam itu.


Setelah meletakkan dasar (apresiasi) untuk kerjasama yang tulus, sekarang mari kita mendirikan pilar untuk membangun struktur kerjasama yang tulus, bukan hanya antar agama, tapi antar gender, antar bangsa, antar di semua tingkatan.


Ini adalah pilar-pilarnya:


Harmoni Lintas Iman


Empat pilar utama Harmoni Lintas Iman adalah:


1. Kebenaran Sejati, kita harus jujur dengan kondisi kita. Jika kita sakit, katakan kita sakit. Kita tidak dapat menyembuhkan diri kita sendiri dengan hanya berpikir positif tanpa meminum obat, atau melakukan beberapa terapi, baik secara konvensional atau non-konvensional.


Sebagian besar para pemimpin kita tidak jujur ketika mereka mengatakan, "Oh, kami telah menyelesaikan konflik etnis dan agama yang terjadi. Kita baik-baik saja.” "Tidak, kita tidak.


Para radikal telah menyusup ke sebagian besar kelompok keagamaan moderat kita. Pada akar rumput mereka tidak lagi solid, dan moderat seperti dulu. Sangat disayangkan bahwa para elit dari kelompok-kelompok itu memilih untuk tetap diam, karena takut kehilangan dukungan dari mereka.


Para radikal telah menyusup ke dewan perwakilan rakyat, dan kabinet kita. Mereka ada di mana-mana. Menteri yang merasa lebih perlu dan penting untuk mengunjungi kaum radikal dipenjara daripada menjenguk para korban kekejaman mereka, kok bisa dipilih kembali sebagai menteri dalam kabinet sekarang.


Para pemimpin Indonesia tidak jujur kepada diri mereka sendiri, dan tidak benar kepada sesama warga negara.


2. Loyalitas, kepada bangsa, kepada profesi, kepada sesama warga negara, dan kepada seluruh keluarga dunia.


Kita, Orang Indonesia, memerangi virus korupsi di semua tingkatan, di setiap departemen, dan setiap aspek kehidupan.


Mengapa dan bagaimana kita bisa menjadi korup? Apa yang membuat kita merampok Ibu Pertiwi kita sendiri? Keserakahan.


Ini adalah virus yang paling mematikan dari semua virus. Ini adalah virus yang paling fatal dari semua virus. Keserakahan dapat membuat kita merosot dari tingkatan manapun. Keserakahan membuat kita lupa akan kemanusiaan kita, dan kemanusiawiannya.


Ini adalah keserakahan yang membuat kita tidak setia terhadap Ibu Pertiwi. Dan, jika kita tidak setia terhadap Ibu Pertiwi, bagaimana kita bisa setia terhadap keluarga dunia?


Bangsa adalah tanah ujian untuk integritas dan loyalitas kita. Jika kita gagal sini, maka kita akan gagal sana juga. Jika kita tidak bisa merawat bangsa kita, maka kita tidak bisa mengurus dunia. Ini sesederhana itu.


3. Keterampilan, menjadi terampil berarti menjadi orang yang sepenuhnya terintegrasi, dengan intelektualnya, emosionalnya, dan semua fakultas lainnya berkembang sepenuhnya.


Orang yang terampil adalah orang yang holistik. Kita tidak dapat memberikan kontribusi terhadap kerjasama global kalau tidak terampil.


4. Bekerja keras, ini sama pentingnya. Kebenaran, loyalitas, dan keterampilan mungkin tak berarti tanpa adanya kerja keras. Selanjutnya, "Harmoni", bagi saya, adalah bagian dari trinitas suci, bersama dengan Perdamaian dan Cinta.


Perdamaian, Cinta, dan Harmoni


Perdamaian adalah kualitas yang musti kita kembangkan dari dalam diri. Kalau saya tidak damai, jika saya tidak berdamai dengan diri sendiri, saya tidak pernah bisa berdamai dengan Anda, atau dengan orang lain.

Hanya bila aku merasa damai dengan diri saya sendiri, dan dengan Anda - saya mungkin bisa berbagi cinta. Tanpa kedamaian, tidak ada cinta.


Terakhir, harmoni ... Ini adalah kombinasi, jumlah total dari perdamaian dan cinta. Memang, harmoni tidak memerlukan upaya khusus untuk menciptakan.


Ini adalah hasil langsung dari orang yang damai dan penuh cinta, komunitas yang damai dan penuh cinta, dunia yang damai dan penuh kasih.


Tahapan Kerjasama Antar Agama


Ini didasarkan pada eksperimen dan pengalaman kami sendiri, yang menurut saya adalah secara alami empiris. Kami bukan orang yang "terpilih", atau unik dalam arti lain. Apa berhasil kami kerjakan, berlaku juga pada Anda, dan dengan orang lain, yang tinggal di planet ini.


Tahap-tahap, seperti yang dibahas sebelumnya ialah:


1. Memasang Fondasi: Apresiasi, dan Perayaan Perbedaan; Melihat yang Esensial, dan Persatuan Laten di balik semua Perbedaan Bentuk.


2. Mendirikan Pilar (i) Kebenaran Sejati, (ii) Loyalitas, (iii) Keterampilan,dan (iv) Kerja keras. Dalam keempat nilai utama tersebut digabungkan sub-sub nilai seperti integritas, profesionalisme, efisiensi, kreativitas, produktivitas, dan seterusnya, dan sebagainya.


3. Mengisi Rumah dengan Perdamaian, Cinta, dan Harmoni


4. Diawali dari sebuah Kerjasama Global yang Tulus (bukan saja Antar Agama, tetapi juga Antar Etnis, Antar Bangsa, dan semua tingkatan lainnya)


Sebuah Model Kerjasama


Pertama dan utama ialah model kompleks perumahan di pinggiran kota Jakarta (Ciawi, Bogor, Jawa Barat). Lebih dari 26 keluarga yang memiliki agama, afiliasi keagamaan, dan etnis berbeda tinggal di sini dalam perdamaian, cinta, dan harmoni.


Kompleks ini tepatnya bernama: "One Earth One Sky One Humankind". Di sini, di kompleks ini, umat Islam mempersiapkan kue Natal untuk orang-orang Kristen dan merayakan malam Natal dengan mereka. Dan, orang-orang Kristiani mempersiapkan ketupat lebaran untuk Perayaan Idul Fitri umat Muslim. Demikian pula, dengan penganut Hindu, Buddha, Khonghucu, dan aliran kepercayaan lokal - semua berdampingan merayakan perbedaan mereka.


Tahun 2010 ini, 2010, kami merayakan ulang tahun ke-10 kompleks tersebut.


Menteri Pertahanan Indonesia terdahulu Juwono Sudarsono mengakui usaha tersebut dan mengapresiasinya sebagai bagian dari program pemerintah untuk membangun jembatan dan "pertahanan budaya non-militer".

Komunitas ini juga telah mendirikan sebuah sekolah, sekolah lintas agama pertama di Bali, di sana anak-anak dari latar belakang agama yang berbeda diajarkan untuk tidak hanya tahu, dan menghargai perbedaan, tetapi juga merayakannya. Tahun ini ialah tahun kedua sekolah tersebut.


Masyarakat kerjasama di Jakarta, Bali, Yogyakarta dan kota-kota lainnya menjadi saksi keberhasilan tersebut, sebuah eksperimen yang empiris.


Ini, kemudian menjadi visi dunia masa depan: Satu Bumi, Satu Langit, Satu Umat Manusia. Dan, cara untuk mewujudkannya ialah membangun masyarakat di atas prinsip Apresiasi, dan nilai-nilai seperti Perdamaian, Cinta, dan Harmoni.


*Aktivis Interfaith dan pengarang lebih dari 130 buku, Bapak Anand Krishna ialah pendiri Yayasan Anand Ashram (1991), organisasi intefaith yang sekarang berafiliasai dengan UNDPI-PBB, dan telah menginspirasi beberapa organisasi, termasuk sekolah interfaith pertama di Indonesia, tepatnya di pulau Bali.


Terjemahaan oleh : Nugroho Persada