Juni 19, 2010

Satu dalam Perbedaan

Satu dalam Perbedaan

Kebhinekaan bangsa ibarat sabuk pengaman (seat belt). Tatkala menaiki pesawat terbang, pramugari senantiasa mengingatkan para penumpang untuk mengencangkan sabuk pengaman, terutama saat guncangan terjadi akibat kondisi cuaca yang kurang baik. Begitupula dengan nilai keberagaman, saat NKRI bergolak akibat maraknya aksi fanatisme, prinsip “Bhinneka Tunggal Ika - Satu dalam Perbedaan" warisan para founding fathers perlu digaungkan kembali.

Analogi sederhana itu disampaikan oleh Prof. Dr. Siti Musdah Mulia dalam Diskusi "Kebhinekaan adalah Keniscayaan: Tantangan Mempertahankan Kebhinekaan" di Jakarta Media Centre (JMC) pada Senin, 7 Juni 2010 silam. Bertindak selaku tuan rumah ialah Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA). Selain itu, Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan SU, Romo Frans Magnis Suseno SJ dan Ida Pedanda Gde Ketut Sebali juga secara bergantian menyampaikan pandangan mereka seputar kemajemukan bangsa.

Ahmad Yulden Erwin selaku moderator diskusi menyampaikan tujuan acara tersebut. Yakni untuk meyakinkan segenap anak bangsa bahwasanya keragaman itu memang indah. Momentumnya tepat karena masih dalam suasana perayaan Hari Lahir (Harlah) Bung Karno (6 Juni) dan Dirgahayu Pancasila (1 Juni).

Sejarah umat manusia tidak pernah mencatat hanya ada satu agama di dunia ini. Kehidupan menjadi indah karena adanya keberagaman. Umat manusia musti peduli kepada sesama walaupun berbeda. Kerendahan hati (tawaduh) begitu penting dalam melakoni ajaran agama dan kepercayaan. Begitulah paparan dari Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Munir Mulkhan.

Romo Magnis mengigatkan peran penting para tokoh agama dalam memajukan hubungan bersama yang harmonis. Dosen Filsafat STF Driyarkara Jakarta ini juga menyatakan bahwa semua orang berhak memeluk agama dan kepercayaan, sehingga tidak perlu dibatasi 6 agama resmi saja.

"The best religion is humanity," tandas Ida Pedanda Gde Ketut Sebali. Agama yang terbaik ialah kemanusiaan, kita semua berasal dari satu Sumber. Tuhan menyayangi semua umat manusia tanpa terkecuali. Tokoh Parisada Hindu Dharma Indnesia (PHDI) tersebut juga mengingatkan bahwa sebagai anak bangsa darah daging kita satu: Indonesia.

Pada sesi tanya jawab, Arif Susilo selaku perwakilan dari Menteri Pertahanan (Menhan) Dr. Ir. Budi Susilo Supanji juga turut menyampaikan gagasannya. Saat ini di dunia maya seolah terjadi "perang" atas nama agama. Tugas kita bersama untuk mendinginkan situasi, bukan justru memperpanas. Suasana di acara diskusi ini begitu damai dan indah walau berbeda latar belakang pesertanya. Mari kita turut menyebarluaskannya ke keluarga masing-masing dan lingkungan terdekat.

Sumber: http://regional.kompasiana.com/2010/08/12/satu-dalam-kebhinekaan/

Medical Camp: Solusi Kesehatan bagi Masyarakat Pedesaan

Medical Camp: Solusi Kesehatan bagi Masyarakat Pedesaan

Pada Minggu (30/5) ratusan warga Daren Lor, Karanganyar, Turi, Sleman berkumpul di kediaman Ibu Sastrodiharjo. Sejak pukul 9.00-12.00 WIB mereka mengikuti acara Medical Camp yang digelar oleh Anand Krishna Centre Joglosemar.

Dari anak-anak sampai orang tua menunggu giliran diperiksa oleh Dokter dan tim medis. Selain itu, tersedia pula layanan terapi rileksasi oleh para sukarelawan. Bakti sosial ini merupakan pemenuhan hak dasar masyarakat akan kesehatan. Tak sekedar janji kampanye tapi sungguh diwujudkan lewat aksi nyata.

Bapak Susanto selaku perwakilan tuan rumah memberikan sambutan singkat bahwa Medical Camp ini 100 persen gratis. Baik pemeriksaan maupun obatnya. Sedangkan kepala Dukuh Karanganyar Bapak Dwi Hariyanto mengucapkan selamat datang dan terharu dengan kepedulian ini. "Jam 8 pagi sudah datang dari Semarang, Pati, Kendal, Solo dan Yogyakarta," tandasnya. Beliau juga tertarik dengan tulisan di kaos, "Kau Muslim, Kau Kristen, Kau Katolik, Kau Hindu, Kau Buddha, Kau Kong Hu Chu, Siapapun Kau, Kau Orang Indonesia dan Aku Cinta Kau."

Pada sesi Penyuluhan Kesehatan, Dokter Hardiyanto menjelaskan 5 lapisan kesadaran manusia. Berupa lapisan fisik, energi, mental-emeosional, intelegensia dan spiritual. "Semuanya musti diolah dan seimbang," ujar dokter muda yang sehari-hari bekerja di R.S Bethesda Lempuyangwangi. Misalnya pada lapisan fisik, kita perlu menjaga pola makan. Menu "4 sehat 5 sempurna" ialah sajian khas Indonesia. Kita bisa mengkonsumsi produk pangan dari lingkungan sekitar, sehingga tak perlu mengimpor dari luar.

Beliau juga memaparkan 2 temuan ilmiah. Pertama, susu ternyata tak membuat gemuk. Sebab kandungan indeks gulanya hanya 50 persen. Sedangkan roti bisa mencapai 80 persen. Kedua, anatomi gigi manusia menunjukkan bahwa kita lebih sesuai mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan ketimbang daging-dagingan. Sebab manusia hanya memiliki 4 taring untuk mencabik. Sedangkan geraham untuk mengunyah ada 20.

Banyak warga mengeluhkan gejala masuk angin. Sebab tingkat kelembaban yang tinggi di daerah pemasok Salak Pondoh tersebut. Solusinya sederhana, setelah bangun tidur di pagi hari, jangan minum air putih yang dingin, bila mau minum air yang hangat dulu. Sutijo, warga setempat mengatakan, "Acara seperti ini sangat berguna karena masyarakat yang kurang mampu tetap bisa berobat."

Sumber:http://kesehatan.kompasiana.com/group/alternatif/2010/08/12/medical-camp-solusi-kesehatan-bagi-masyarakat-pedesaan/